Share

Wamendikbud Blak-Blakan Soal Anggaran Pendidikan

Marieska Harya Virdhani , Okezone · Selasa 25 September 2012 17:31 WIB
https: img.okezone.com content 2012 09 25 373 694936 lHqIX7Ukd8.jpg Image: Corbis
A A A

DEPOK – Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) Musliar Karim membeberkan sejumlah alasan yang menyebabkan pendidikan di Indonesia belum bisa berkembang pesat seperti negara maju. Faktor utama rupanya terkait masalah anggaran.

Musliar mengungkap, banyak pihak mengkritik anggaran 20 persen pendidikan di Indonesia tidak sejalan dengan harapan memajukan pendidikan. Rupanya, anggaran tersebut ternyata tak dikelola sepenuhnya oleh Kemendikbud.

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

"Sudah 20 persen kok enggak maju? Saya katakan bahwa anggaran itu tak dikelola oleh Kemendikbud semuanya, hampir 70 persen ditransfer ke daerah, bayar gaji guru, sebagian dialokasikan ke 19 kementrian. Hanya Rp ,6 triliun yang ada di Kemendikbud," kata Musliar pada seremoni pembukaan Olimpiade Sains Nasional (OSN) di Balairung UI, Depok, Selasa (25/9/2012).

Anggaran yang diolah di Kemendikbud, kata dia, hanya digunakan untuk perguruan tinggi dan membiayai sekolah rusak. Karena itu, lanjutnya, pihaknya mendorong universitas untuk bermitra dengan BUMN untuk membantu kegiatan perkuliahan.

"Kita masih harus kejar ketinggalan kita, misalnya dengan China. Penduduk Indonesia adalah seperlima penduduk China. Selisih jumlah doktor kita jauh. China hanya 500 ribu orang, kita baru 27 ribu orang," tegasnya.

Musliar mengimbuh, semestinya pada 2025 Indonesia bisa mencetak 100 ribu doktor. Karena itu Kemendikbud terus mengalokasikan beasiswa di luar negeri maupun dalam negeri untuk program master dan doktor.

"Kami alokasikan anggaran di APBN, untuk seribu beasiswa doktor luar negeri, dan 3.000 doktor dalam negeri. Pada 2025 kalau tak bisa cetak doktor 100 ribu kita akan tertinggal dengan China. Riset-riset harus terus dikembangkan," paparnya.

Pjs Rektor UI yang juga Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso berkata, bicara tentang doktor terkait erat dengan penelitian. "Bicara tentang doktor ya peneliti. Dosen itu harus mengajar dan meneliti. Kalau tidak, ya namanya hanya guru. Karena itu perguruan tinggi harus terus meningkatkan kualitas kemampuan riset di kampus," tandasnya.

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini