JATINANGOR - Kongres pemuda Indonesia II 84 tahun lalu menghasilkan warisan sejarah bangsa berupa Sumpah Pemuda. Janji sakral itu lahir sebagai bentuk perlawanan atas penindasan dan penjajahan.
Menurut Ketua Gerakan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Cabang Kabupaten Sumedang Kristian Sinulingga, kelahiran Sumpah Pemuda dilatarbelakangi kondisi bangsa Indonesia yang sedang terjajah. Dalam "Diskusi Warung Kopi" yang digelar Departemen Kajian Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (Unpad), Rabu 31 Oktober, itu Kristian memaparkan, ketika menghelat Kongres Pemuda I pada 1925, para Jong Indonesia merumuskan tiga dasar pergerakan mereka, yakni persatuan, persamaan dan kemerdekaan.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
"Semangat Sumpah Pemuda saat itu adalah sebagai bentuk perlawanan bersama seluruh rakyat Indonesia. Sementara, fase setelah Indonesia merdeka ditandai dengan mulai terkikisnya cita-cita politik karena mulai adanya pemberontakan DI/TII dan munculnya berbagai perhimpunan/gerakan-gerakan mahasiswa," ujar Kristian.
Mengangkat tema "Refleksi Hari Sumpah Pemuda", para mahasiswa peserta diskusi terlihat bersemangat bertukar pikiran tentang Sumpah Pemuda, meski diskusi itu hanya digelar di kantin kampus. Raja Pasaribu, salah seorang peserta diskusi, melontarkan pertanyaan ke forum, "Apa bentuk konkret yang bisa dilakukan pemuda khususnya mahasiswa FISIP Unpad sendiri lewat momentum Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober?"
Kristian merespons pertanyaan mahasiswa jurusan Administrasi Negara FISIP Unpad tersebut. Menurut Kristian, mahasiswa harus memiliki semangat persatuan untuk membangun bangsa dan negara. Mahasiswa, ujarnya, harus memiliki jati diri bangsa terlebih dahulu, yakni semangat pemuda Indonesia. "Dan setiap mahasiswa/pemuda Indonesia harus kemudian memiliki kepribadian (nature) dari daerah, kemudian sebagai identitas sebagai bangsa Indonesia," imbuhnya.
Diskusi terus bergulir hangat. Pertanyaan dari Citra, mahasiswi jurusan Administrasi Negara FISIP Unpad pun mempertanyakan, "Adakah hal yang bisa kita perjuangkan untuk membangun bangsa Indonesia? Seberapa urgent peran pemuda?"
Kristian bertutur, pemuda tidaklah membutuhkan banyak pertimbangan untuk melakukan sebuah pergerakan. Sedangkan orangtua lebih sedikit karena sudah memikirkan istri, anak, saudara. "Pemuda lebih progresif. Bagaimana menyusun kekuatan revolusioner untuk mencapai tujuan politik yakni persatuan," tegasnya.
Diskusi ditutup oleh sesi singkat yang disampaikan Ketua BEM FISIP Unpad Denny Indra. Denny menyitir, dalam bukunya, Hasan Albana menyebut bahwa pihak yang paling berperan dalam perubahan adalah pemuda.
"Pemuda Indonesia yang pertama tidak hanya belajar ilmu tetapi juga dampak emosional," ujar Denny.
Berita kiriman
Raja Pasaribu
Mahasiswa jurusan Administrasi Negara
FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad)
(rfa)