JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta mencabut Inpres No 2/2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat dan juga MoU TNI dan Polri.
Peneliti Imparsial, Gufron, menilai Inpres tersebut merupakan bentuk ketakutan SBY terhadap gerakan rakyat yang semakin meluas. "Ya harus dicabut kedua-duanya (Inpres dan MoU)," kata dia di Jakarta, Selasa (5/4/2013).
Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Gufron beralasan Inpres tersebut bertentangan dengan UU, termasuk MoU TNI dan Polri. Dia mencontohkan, untuk mengatur perbantuan TNI dan Polisi harus diatur dalam undang-undang, bukan level MoU.
"Bentuk ketakutan itu pun dipertegas dengan mendorong MoU Polri-TNI yang sejatinya juga telah melanggar UU TNI dan UU Polri," ujarnya.
Secara substansi Inpres tersebut mengatur dua hal. Pertama aspek-aspek yang sebenarnya sudah diatur dalam UU yang ada. "Misalnya koordinasi peran kepala daerah untuk mengkoordinasikan seluruh jajaran itu kan sudah diatur dalam UU Pemda nomor 32 tahun 2004. Kemudian bagaimana misalnya mendorong Menko Polhukam mengkoordinasikan. Kan itu sudah fungsinya, lalu untuk apa diatur lagi. Ini pengulangan," ulasnya.
Presiden menurutnya harus mendorong sikap instansi, pemerintah, di setiap level untuk bekerja. Kemudian mengontrol, mengawasi, mengevaluasi, memberikan sanksi pejabat di bawahnya jika gagal. "Saya kira sudah banyak lah contoh pejabat yang gagal berkali-kali tapi tetap dipertahankan, misal terhadap polisi," ujarnya.
Selanjutnya, Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI harus dibuat melalui UU yang mengatur wilayah abu-abu antara polisi dan TNI. "Polisi kan tugasnya keamanan dalam negeri, sedangkan TNI sesuai UU TNI dia pertahanan. Itu sudah UU organik masing-masing mengatur soal itu," tukasnya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PDI-P, Helmi Fauzi mempertanyakan rujukan dari Inpres No. 2 Tahun 2013. "Karena menimbulkan persoalan, dalam artian tidak ada cantolan UU dan tumpang tindih," ujarnya.
Menurutnya, penggunaan kekuatan TNI ini tidak bisa berdasarkan diskresi TNI semata.
"Penggunaan kekuatan TNI, tidak bisa serta merta berdasarkan diskresi TNI.
MoU tidak bisa mengikat karena tidak dikenal dalam struktur perundang-undangan di MoU juga tidak jelas bentuk permintaan," pungkasnya.
(ful)