Share

Ulur Kasus Sengketa Tanah, Hakim MA Diadukan ke KY

Isnaini , Okezone · Jum'at 10 Mei 2013 18:15 WIB
https: img.okezone.com content 2013 05 10 339 805202 mA0uvsj3j7.jpg Komisi Yudisial (Foto: Dok Okezone)
A A A

JAKARTA - Merasa kasus sengketa lahan tanah ditarik-ulur Mahkamah Agung (MA), Ida Farida (49), pemilik lahan seluas 91 hektar di Sawangan, Depok, yang tengah bersengketa dengan PT Pakuan Sawangan Golf, mendatangi Komisi Yudisial (KY).

"Kedatangan saya bertujuan untuk meminta bantuan Komisi Yudisial mengawasi para hakim Mahkamah Agung (MA), agar tidak bermain dalam kasus-kasus sengketa tanah atau lahan. Tidak hanya yang saat ini saya alami, tapi juga terhadap kasus-kasus lain yang dialami warga lainnya," kata Ida usai mengadu ke Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Jumat (10/5/2013).

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Ida menduga ada oknum hakim di MA yang ikut bermain dalam kasus penyerobotan tanahnya yang dilakukan PT Pakuan dan sengaja mengulur kasus tersebut. Pasalnya kasus yang dialaminya masuk ke MA sudah enam bulan, namun tak kunjung selesai.

"Sementara, untuk kasus lain terkait lahan atau tanah seperti yang saya alami, hanya dalam waktu 3 bulan sudah selesai. Saya hanya menuntut tanah yang sudah menjadi hak saya dikembalikan," ujarnya.

Dijelaskan Ida, kasus ini bermula ketika pihak PT Pakuan melakukan sewa pakai tanahnya untuk kepentingan bisnis, yaitu pembuatan lapangan golf pada tahun 1973 hingga tahun 1985. Kemudian sewa tersebut diperpanjang pada tahun 1985 hingga tahun 2005. Namun, sebelum batas akhir sewa jatuh tempo, pemilik lahan memutuskan untuk tidak lagi menyewakan tanahnya kepada PT Pakuan.

"Masalah itu muncul ketika saat saya memblokir sewa tanah pada tahun 2005, tapi ternyata justru diperpanjang selama 20 tahun ke depan tanpa sepengetahuan saya. Jelas sertifikat hak pakai batas waktu sampai tahun 2005, saya masih pegang fotokopinya. Tapi mengapa bisa muncul tahun 2003 sampai 2023, mereka (PT Pakuan) membuat tanggal mundur," ungkap Ida.

Terlebih, lanjut Ida, hak pakai yang dimiliki PT Pakuan berubah menjadi hak guna bangunan (HGB) yang telah dikabulkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Depok, pada tahun 2005. "Sementara, SK-nya sewaktu ditanyakan tidak ada," tambahnya.

Diungkapkan Ida, sejatinya Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negeri (PTTUN) Jakarta telah menolak seluruh eksepsi dari pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok selaku pembanding dan PT Pakuan selaku tergugat intervensi.

PTTUN Jakarta memutuskan, sembilan sertifikat atas nama PT Pakuan Sawangan Golf dibatalkan. Namun pihak PT Pakuan yang diwakili Paulus Tannos tetap menolak melepas lahan yang kini telah menjelma menjadi Lapangan Golf Sawangan itu. Tak hanya itu, PTUN Bandung juga telah mengabulkan gugatannya dengan nomor perkara 61/G/2011/PTUN.Bdg, tanggal 22 Februari 2012. Karenanya Ida memutuskan untuk mengajukan kasasi ke MA.

Ida merasa sangat dirugikan dengan penerbitan 9 sertifikat itu. Pasalnya, objek tanah secara historis adalah miliknya yang telah dibebaskan atau diganti rugi sang kakek dari penggarap pemegang SK KINAG No. 205DN III 1954-1964 tanggal 31 Desember 1964. Kemudian dikukuhkan melalui putusan MA tanggal 17 September 1973 Nomor : 554/Sip/1973 Jo Putusan Pengadilan Tinggi tanggal 3 Maret 19971 Nomor : 11011970/PT.Perdata Jo Putusan Pengadilan Istimewa Djakarta 21 Agustus 1968 Nomor 304/67.G.

"Oleh karena itu, saya datang ke Komisi Yudisial meminta bantuan karena sudah banyak langkah hukum yang saya tempuh. Bila dilihat historis upaya hukum yang saya tempuh, sebenarnya sudah jelas permasalahannya. Namun mengapa kasus ini tak kunjung selesai? Saya juga berharap sebagai pemohon, ketua hakim MA dapat berlaku adil terkait kasus ini," tandasnya.

(ded)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini