SOLO - Duta Besar ASEAN, Rahmat Pramono, gencar blusukan ke kampus untuk menyosialisasikan ASEAN Community 2015 yang akan belangsung mulai akhir 2015.
Ini dilakukan untuk lebih mempererat hubungan dengan negara-negara ASEAN. Di antaranya tukar menukar mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan beberapa perguruan tinggi di negara ASEAN, baik dalam bentuk pengakuan kredit ataupun degree. Terkait juga dengan kunjungan budaya dan menjadi tempat bagi para peneliti saling bertukar informasi.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Direktur Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya Direktorat Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Diyah Harianti menjelaskan bahwa sosialisasi komunitas ASEAN (ASEAN Community) sudah berlangsung sejak beberapa tahun namun lebih banyak kepada ekonomi dan ketahanan. Namun sosial budaya justru kurang mendapat perhatian.
"Untuk sosialisasi sosial budaya agak kurang gencar, memang agak terlambat. Namun walau terlambat tetap kita jalankan ," jelasnya saat sosialisasi komunitas ASEAN 2015, di Auditorium UNS, Solo, Jawa Tengah, Kamis (17/4/2014).
Menurut Diah Harianti, yang penting dan mesti dipahami tujuannya adalah perdamaian dan pemersatuan tidak dalam kerangka budaya ASEAN, tetapi budaya masing-masing negara di ASEAN itu harus lebih maju dan bertoleransi satu sama lain.
"Indonesia adalah negara yang terbesar di ASEAN dan memiliki budaya yang unik dan beragam, kami berharap proses mencairnya kebudayaan ASEAN jangan sampai kebudayaan Indonesia sendiri jangan sampai hilang. Karena yang diharapkan dalam ASEAN Community adalah kemajuan karakteristik dari kebudayaan masing-masing negara," paparnya.
Diah juga menambahkan, dalam memajukan budayanya, Indonesia sedang membangun 10 rumah budaya Indonesia agar bisa lebih di kenal di luar negeri. Di antaranya didirikan di Singapura, Timor Leste, Myanmar, Jepang, Turki, Belanda, Prancis, Jerman, Australia, dan Amerika Serikat.
"Selain itu saat ini kita sedang mengusahakan untuk menjadikan Sangiran sebagai tempat pelatihan dan kajian internasional tentang manusia purba di bawah naungan UNESCO," pungkas Diah.
(ade)