Share

Dosen UGM Kawinkan Jagung Asal Madura & Sulawesi

Margaret Puspitarini , Okezone · Jum'at 18 April 2014 07:05 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 17 373 972113 RMsMWKI6TX.jpg Peneliti asal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Diah Rachmawati. (Foto: dokumentasi UGM)
A A A

JAKARTA - Jagung merupakan salah satu tanaman pangan yang dikenal luas di Tanah Air. Bahkan, tiap daerah di Indonesia memiliki jenis jagung lokal yang memiliki keunggulan masing-masing. Mulai dari faktor produksi, umur panen, hingga ketahanan terhadap serangan virus tertentu.

Lantas, apa jadinya jika keunggulan setiap varietas jagung dikombinasikan melalui persilangan? Inovasi tersebut yang coba dilakukan oleh peneliti asal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Diah Rachmawati.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Diah mencoba mengawinkan dua varietas jagung lokal, yakni Guluk-guluk dan Srikandi Kuning-1. Guluk-guluk adalah varietas jagung lokal asal Madura yang memiliki keunggulan berumur lebih pendek (65-75 hari), memiliki kandungan protein dan lemak cukup tinggi, serta toleran terhadap kondisi lahan kering.

Sementara itu, Srikandi Kuning 1 diketahui memiliki ketahanan terhadap virus Cucumber Mosaic Virus (CMV) dan produksinya lebih tinggi daripada Guluk-guluk. Dosen Fakultas Biologi itu mengatakan, alasan melakukan persilangan kedua jenis jagung itu adalah untuk mendapatkan varietas baru yang memiliki keunggulan keduanya.

"Kami ingin mendapatkan varietas jagung yang dapat berproduksi tinggi, memiliki umur lebih pendek, dan tahan terhadap virus. Yang tidak kalah penting, bisa ditanam di daerah sulit air,” kata Diah, seperti dinukil dari situs UGM, Jumat (18/4/2014).

Sebelum bertemu dangan dua jenis jagung tersebut, Rachmawati melakukan pencarian dari berbagai jenis jagung lokal dengan beragam keunggulan dan kelemahan. Dia juga rajin bertanya kepada beberapa kolega, petani, hingga Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) di tiap daerah.

Yang menjadi permasalahan adalah tidak semua jagung memiliki keunggulan yang diinginkan. Apalagi pada umumnya jagung lokal lemah terhadap faktor biotik karena tidak tahan terhadap serangan virus, bahkan tidak sedikit yang gagal panen karena virus.

"Madura itu memiliki beberapa jagung unggul lokal. Kami menggali informasi varietas mana saja yang punya ketahanan terhadap virus. Akhirnya, dipilihlah Guluk-guluk," ungkap wanita yang telah melakukan penelitian tersebut selama lima tahun terakhir.

Guluk-guluk merupakan nama salah satu kecamatan di Madura. Di tempat itu, banyak ditanam pohon jagung. Varietas tersebut, lanjutnya, memiliki banyak keunggulan. Mulai dari tahan terhadap virus, masa panen jagung di daerah itu pun jauh lebih pendek, yakni di bawah tiga bulan atau 75 hari. "Dengan waktu yang pendek, kami harapkan tiap musim ditanam lebih padat," ujar Rachmawati.

Menurut Rachmawati, jagung di Madura dikenal memiliki biji dan kualitas rasa yang disukai masyarakat. Sayang, produksinya masih kecil, sekira 4 ton per hektare. Berbeda dengan Srikandi Kuning 1 yang benihnya diambil dari Maros, Sulawesi Selatan.

"Jagung jenis ini memiliki produksi yang jauh lebih tinggi, yakni tujuh ton. Kandungan protein dan lemaknya juga lebih tinggi. Keduanya kami kombinasikan,” tuturnya.

Dia berharap, penelitian jagung hibrida baru itu dapat mendukung program pemerintah untuk meningkatkan produksi jagung nasional. Pasalnya, produksi jagung lokal belum mampu memenuhi kebutuhan pasar sehingga harus dilakukan impor.

"Peningkatan produksi jagung nantinya tidak hanya budidaya, tapi juga dengan perbaikan genetiknya. Sehingga bisa mengembangkan jagung unggul lokal," tutup Rachmawati.

(ade)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini