Share

Kebijakan Pangan bagi Indonesia Sangat Mendesak

Rachmad Faisal Harahap , Okezone · Minggu 20 April 2014 14:13 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 20 373 972951 CCikGzJrj6.jpg
A A A

JAKARTA - Indonesia masih membutuhkan sistem kemandirian pangan terintegrasi. Bagaimana tidak, keprihatinan terhadap pasokan pangan bisa dibilang terbatas persediaan untuk rakyat dikemudian hari. Kalau tidak ada sistem kemandirian pangan terintegrasi, bagaimana caranya menambah persediaan makanan rakyat tersebut?

Di sinilah perlu komitmen dari para pemikir bangsa untuk segera merealisasikan apa yang telah dicanangkan terkait dari berbagai mengenai ketersediaan pangan. Disamping itu, perhatian pemerintah sebagai eksekutor kebijakan menjadi sangat penting karena pangan sendiri menyangkut hajat hidup orang banyak, bukan sebagian atau segelintir masyarakat saja.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Salah satu jawaban yang harus segera direalisasi adalah menciptakan kemandirian pangan secara terintegrasi. Karena bicara persoalan pangan memang bukan sekedar bicara hari ini, tetapi bicara untuk masa depan dan sangat holistik.

Pemikiran ini disampaikan Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dr. Bayu Krisnamurti saat kuliah umum yang diselenggarakan Universitas Trilogi Jakarta. Menurutnya, kebijakan pangan yang harus dilihat itu bukan hanya sekadar kebijakan pangan hari ini saja, tapi juga yang lebih penting adalah kebijakan pangan yang akan datang.

Salah satu yang perlu mendapat perhatian seperti misalnya, bagaimana pola makan dari kelas menengah saat ini yang jumlahnya sudah hampir mencapai 50 juta orang. Sebanyak 50 orang ini akan menjadi penentu tren konsumsi, termasuk konsumsi pangan di Indonesia.

“Jadi, kalau kita masih berpikir swasembada pangan hanya dalam bentuk swasembada jagung, kedelai atau sapi, itu tidak akan relevan. Kacang mente saja misalnya, sekarang masyarakat itu tidak akan lagi beli kacang mente mentah saja, tapi beli kacang yang sudah diolah dan di jual dalam kemasan," ujarnya seperti siaran pers yang diterima Okezone, Minggu (20/4/2014).

Selain jumlah masyarakat kelas menengah yang telah mencapai angka 50 juta jiwa, faktor lain yang masih terkait adalah mengenai keberadaan mereka yang tersebar hampir di 50 kota di Indonesia. Jadi, kelas menengah itu tidak hanya ada di beberapa kota besar saja, tetapi di 50 kota besar di Indonesia.

"Sehingga muncul lagi salah satu masalah dengan kondisi ini, yakni masalah yang berhubungan dengan distribusi atau konektivitas, apalagi dengan kondisi Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau," ucap Mantan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) itu.

Dia memberikan contoh adalah mengenai keterhambatan logistik, yang kemudian hal ini pula menyebabkan misalnya mengapa Indonesia membeli sapi di Australia lebih murah daripada membeli sapi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Selain itu, menangkap dari apa yang disampaikan oleh Wamendag, Rektor Universitas Trilogi, Prof. Dr. Asep Saefuddin mengatakan pada intinya perlu sebuah kreatifitas. Karena menurutnya, melalui kreatifitas akan menciptakan banyak pikiran dan ide yang produktif. "Jadi, sasaran kita seharusnya memang membangkitkan sumber daya agar menjadi sumber daya yang produktif," ungkapnya.

Intinya, Asep melanjutkan, perlu sebuah kreatifitas, tidak harus berpikir linear, namun saatnya harus berpikir ‘diluar kotak’. Misalnya hari ini dicerahkan bahwa food itu bukan hanya ‘makanan’ saja, tapi juga sebagai sistem.

"Bagaimana kemasan dan distribusinya. Jangan juga berpikir terlalu sempit, bahwa pertanian itu sebenarnya adalah industri besar yang berkaitan dengan pangan yang tidak akan pernah selesai. Bukan hanya persoalan mencangkul saja," kata Mantan Wakil Rektor (Warek) Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.

Wamendag juga menawarkan untuk melakukan sebuah perlombaan desain kemasan produk berhadiah jutaan rupiah. Selain itu, akan diadakan juga semacam pelatihan manajemen ekspor di Universitas Trilogi. Tawaran ini pun disambut dengan standing applause oleh para mahasiswa.

“Saya memandang ini sangat bagus sekali. Inilah suatu hal yang langka dan kreatif, ketika Wamendag membuka kesempatan-kesempatan kerja sama seperti lomba desain produk dan workshop mekanisme ekspor yang akan sangat membantu sekali bagi mahasiswa-mahasiswi yang telah mengembangkan usahanya," tutur Asep.

(fmh)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini