JAKARTA - Banyak orang beranggapan jika anak penderita down syndrome atau sindroma down tidak bisa beraktivitas layaknya orang normal. Padahal, mereka masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan dan dioptimalkan untuk membantu beraktivitas seperti orang normal, serta memberikan peran di masyarakat meskipun terbatas.
Pendapat tersebut disampaikan mahasiswa PPs Universitas Negeri Semarang (Unnes) Asri Purwanti dalam sidang terbuka untuk meraih gelar doktornya. Setelah penelitian selama delapan tahun, dokter yang sehari-hari praktik di Rumah Sakit dr Karyadi Semarang itu akhirnya berhasil mempertahankan disertasi berjudul "Model Pengembangan Manajemen Pelayanan Komprehensif Transdisiplin pada Anak Sindroma Down".
Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Asri mengungkap, terapi stem cell merupakan salah satu solusi bagi anak sindroma down karena otaknya kurang berkembang secara baik. Namun terapi ini diperlukan penanganan secara komprehensif transdisiplin setelah terapi.
"Karena otaknya menjadi berkembang, otomatis seharusnya dia akan tambah cerdas. Setelah otaknya berkembang dengan baik maka kita harus memberi pendidikan yang baik pula dengan permasalahan harus diteliti satu persatu karena anak sindroma down antara satu dengan yang lain mempunyai permasalahan berbeda," tutur Asri, seperti dinukil dari laman Unnes, Senin (21/4/2014).
Meski demikian, kata Asri, terapi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, butuh, dukungan dari pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut.
"Kendalanya, terapi semacam ini biayanya masih mahal. Solusinya sementara kalau kita belum bisa mengembangkan, pemerintah memberikan suatu lahan untuk meneliti. Jika obat ini dipandang baik maka bisa diproduksi lebih banyak, semacam vaksin, namun memerlukan waktu lama," ujarnya.
Dia mengatakan, diperlukan pusat pelayanan anak berkebutuhan khusus di tiap kota secara komprehensif agar hasilnya optimal. "Selain itu saya ingin membangun jaringan terhadap donatur dan membuat sekolah khusus anak-anak sindroma down dan bekerja sama dengan orang tuanya," tutur anak dari pasangan Satmoko dan Retno Sri Ningsih Satmoko (Aml) itu.
Setelah berhasil mempertahankan disertasinya, Asri dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Peraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,77 itu menjadi Doktor Manajemen Pendidikan ke-151 Unnes atau ke-102 program studi Manajemen Pendidikan PPs Unnes.
(rfa)