Share

Kebakaran Lahan di Rawa Tripa Diduga Sarat Intervensi Asing

Rizka Diputra , Okezone · Rabu 23 April 2014 18:14 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 23 337 974747 ts3sY7SQmC.jpg ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
A A A

JAKARTA – Kebakaran lahan di Rawa Tripa, Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya, Nangroe Aceh Darussalam (NAD) diduga sarat intervensi asing.

Hal itu terungkap dari kesaksian Farwiza, anggota LSM Hutan Alam dan Lingkungan Aceh dalam sidang perdata kasus kebakaran Rawa tripa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 21 April lalu.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

 

Farwiza dalam kesaksiannya mengaku sempat mendokumentasikan kebakaran tersebut dibantu oleh Carlos Quilles seorang warga negara asing, baik dari udara maupun saat melewati lokasi lokasi kebakaran.

Pada rekaman video kebakaran pada 27 Maret 2012, nampak titik api yang terlihat lebih dari tiga titik. Sementara di berkas gugatan disebutkan bahwa pada 27 Maret 2012 hanya terdapat satu titik api di lokasi kebakaran.

 

Merujuk pada penjelasan saksi tersebut, kuasa hukum PT Surya Panen Subur (PT SPS), Tri Moelja D Soerjadi kemudian mencurigai ada keterlibatan pihak asing dalam kasus tersebut.

“Patut diduga bahwa ada kepentingan asing di dalam perkara ini,” ujar Tri Moelja dalam keterangannya, Rabu (23/4/2014).

 

Sementara itu, Dosen dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), Suwardi mengatakan, Rawa Tripa telah ditetapkan statusnya melalui Peraturan Menteri Kehutanan sebagai area penggunaan lain (APL).

“Jika ada sekelompok orang yang ingin mengubah kawasan tersebut menjadi daerah konservasi, saya duga ada motif lain di balik rencana tersebut. Apalagi ingin mengembalikan perkebunan kelapa sawit menjadi hutan,” bebernya.

 

Sebagai negara yang berdaulat, kata Suwardi, Indonesia harus menolak cara-cara asing untuk menghambat perkembangan perkebunan kelapa sawit Indonesia.

Sebaliknya, kala Indonesia mengalami defisit, pemerintah harus mendorong berbagai produk unggulan sebagai produk ekspor seperti minyak dari perkebunan kelapa sawit.

“Produk minyak sawit juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk produk biodisel sehingga dapat mensubstitusi impor bahan bakar minyak,” kata Suwardi.

 

Dia menambahkan, untuk mengubah lahan gambut yang tidak produktif menjadi lahan perkebunan, diperlukan modal dan teknologi. Sebagian modal lanjutnya, dapat dipakai untuk menata kawasan, seperti saluran drainase dan irigasi, jaringan jalan dan modal operasional.

“Untuk hal tersebut juga diperlukan modal besar. Oleh karena itu, pengelolaan lahan gambut yang tidak produktif sebaiknya diserahkan kepada perusahaan besar yang memiliki modal dan teknologi. Petani kecil sangat sulit jika diserahi tanggungjawab pengelolaan lahan gambut yang tidak produktif,” paparnya

Dijelaskan Suwardi, menurut Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,  dalam Pasal 60 disebutkan setiap orang berhak untuk memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

“Kita memerlukan kawasan pengembangan ekonomi dengan membuka areal perkebunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan perusahaan perkebunan secara nyata telah meningkatkan perekonomian masyarakat baik secara langsung maupun melalui multiplyer effectnya,” sebutnya.

(put)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini