Share

Menanti Kartini Kontemporer

Rabu 23 April 2014 10:04 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 23 367 974321 uAzX4uAdVT.jpg Ilustrasi: Okezone
A A A

NAMA Kartini identik dengan semangat emansipasi. Cerita tentang kepahlawanan yang berhasil mengangkat nama perempuan di kancah gerakan nasional untuk pertama kali. Dan semenjak itu Kartini sangat memiliki identifikasi yang kuat bagi gerakan keperempuanan di Indonesia.  Feminisme dan Kartini bagi kalangan pergerakan adalah seperti menyatu dalam nafas, keduanya tidak terpisahkan  

Feminisme dan Gerakan

 

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Feminisme dilatarbelakangi oleh landasan pemikiran tentang HAM yang kuat, mulai memunculkan sebuah kerangka konsepsi bahwa selama ini perempuan telah berada pada titik nadir dalam penempatan dan perlakuan dalam setiap aspek. Perempuan telah dipandang sebagai kelas kedua, di bawah laki-laki. Pemikiran patriarki bahwa kekuasaan berada di tangan kaum adam memang sudah berlangsung selama peradaban manusia itu ada, dan membentuk sebuah ketetapan seolah-olah itu mutlak sebab terkait pada pola-polanya yang lebih cenderung sebagai tradisi.

 

Perluasan dari feminisme, pada akhirnya juga mempengaruhi studi ilmu sosial. Pemikiran tentang kesetaraan dan perjuangan wanita  mempunyai koherensi dengan perkembangan mazhab pemikiran yang selama ini cenderung “lelaki” dalam kehidupan bernegara, diplomasi serta proses pembuatan kebijakan, dan dengan melibatkan apapun dalam struktur politik; serta mengindikasikan adanya maskulinitas. Terlebih pada budaya masyarakat Indonesia dalam menempatkan posisi perempuan yang kurang diakui, bahkan cenderung diabaikan sebagai pengambil keputusan dalam proses politik dan kebijakan-kebijakan penting.

 

Apabila memaknai gender secara substantif, maka akan ditemukan bahwa dasar inti pergerakan feminisme adalah kesetaraan gender. Ini berarti, posisi dan martabat laki-laki dan perempuan adalah semata-mata sama, tidak ada preferensi untuk menomorduakan peran dan posisi perempuan dalam kehidupan sosial.

 

Gerakan keperempuanan di Indonesia hampir pasti berbarengan dengan bangkitnya gerakan-gerakan sosial yang ada. Dan semangat kesetaraan gender mengikuti pola-pola perjuangan pada hak-hak perempuan yang tidak diperoleh di ruang publik saat itu. Kultur tradisional pada masyarakat mengalienasikan perempuan pada sektor kehidupan rumah tangga. Adalah satu hal yang tabu bagi perempuan pada mulanya apabila menempatkan peranannya pada ranah bermasyarakat. Padahal di saat yang bersamaan modernisasi pemikiran-pemikiran yang cenderung mengafirmasikan kesetaraan dan keadilan sosial kemudian membawa pengaruh terhadap hak-hak perempuan yang sangat perlu diangkat dan diwujudkan.

 

Dinamisasi dan Lokalitas

 

Barangkali Indonesia adalah diorama di mana modernisasi yang dilatarbelakangi oleh semangat pembaharuan dan pelepasan terhadap dogma dan nilai lama dengan halus berusaha masuk ke sela-sela kebudayaan masyarakat yang lebih condong mengadopsi cara pikir layaknya masyarakat tradisional. Pola pikir feodal hanya ada di golongan bangsawan, dan sebagian kaum eliet. Dan pendidikan perlahan-lahan menciptakan persebaran hakikat humanisme sekaligus emansipasi itu sendiri.

 

Masyarakat dihadapkan pada sisi dilematis, yakni nilai-nilai budaya akan lebih menguat untuk dipertahankan ketika terdapat ancaman eksternal seperti pemikiran humanisme dan emansipasi yang kemudian menjadi resistensi itu sendiri. Dan paham-paham baru dari falsafah humanisme yang notabene bersumber dari nilai liberal barat secara kontekstual berbeda dengan adat ketimuran yang merupakan bagian hidup dari masyarakat Indonesia. Apakah dengan demikian berarti masyarakat tertutup dengan paham-paham eksternal? Sedangkan dalam sejarahnya  masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang dinamis, yang sangat terbuka atas nilai-nilai baru yang dianggapnya akan relevan dengan dinamika dan kehidupan sosial serta perkembangan zaman.

 

Keterbukaan menjadi keharusan bagi suatu bangsa agar dapat mengejar ketertinggalan dan memacu perkembangan demi menyongsong perubahan. Kartini dengan filosofinya juga bersamaan dengan kaum perempuan penggerak merasa bahwa nilai-nilai lama yang dipertahankan tanpa landasan rasionalitas yang konkret harus dibawa kepada nilai-nilai baru yang lebih mapan. Feminisme tidak bisa sepenuhnya membawa angin segar bagi iklim kehidupan sosial, karena feminisme belum sejalan dengan pemikiran sebagian besar masyarakat yang cenderung masih berkutat pada nilai “warisan”.

 

Keterbukaan tidak berarti melepaskan sepenuhnya batasan tradisional dan nilai-nilai lama. Keterbukaan bukan pada tempat untuk melepaskan lokalitas dan identitas kebudayaan. Paradigma feminisme bukan juga merupakan alat untuk melepaskan “belenggu” yang selama ini melekat. Nilai kearifan lokal justru bersamaan dengan perkembangan modernisasi yang menempatkan peranan perempuan pada konteks kontemporer dewasa ini. Sisi keperempuanan dalam segala lini kehidupan bermasyarakat dibutuhkan sebagai penyangga dan penyeimbang. Tanpa adanya kehadiran peran perempuan, ibarat negara tanpa tiang pancang yang utuh. Feminisme tidak hanya sebuah bentuk gerakan, tetapi konstruksi yang bertujuan untuk memberi penyadaran tentang pentingnya peranan perempuan di panggung publik.

 

Di era Post-Modernisme, isu mengenai keperempuanan sangat menjadi sorotan. Publik mulai sadar tentang pentingnya kehadiran perempuan. Sehingga gerakan feminisme mulai mendapatkan angin segar di tengah kebutuhan masyarakat. Selain itu kompleksitas dan prahara seperti kasus pelecehan seksual pada perempuan, pelanggaran hak dan kejahatan yang terjadi di publik semakin membuka mata publik bahwa keberadaan perempuan sebagai salah satu aktor dalam masyarakat diinsyafi sebagai keharusan dan keniscayaan bahwa modernitas telah menempatkan perempuan pada ruang aktualisasi dan tempat untuk mengambil peran.

Selamat Hari Kartini!

 

Ahmad Fahri Huseinsyah

Mahasiswa Hubungan Internasional (FISIP) Universitas Airlangga

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini