Share

Rancangan Undang-Undang Pertanahan Dinilai Mubazir

Rizka Diputra , Okezone · Kamis 24 April 2014 18:52 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 24 337 975401 EYRBFbOk3s.jpg ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
A A A

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang saat ini tengah dibahas di Komisi II DPR dinilai mubazir.

 

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin mengatakan, RUU tersebut tidak memiliki komitmen terhadap reformasi agraria, yang bakal berdampak pada ketimpangan konflik tanah di dalam negeri.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

 

"RUU ini mubazir. Yang sudah diatur tapi diatur lagi. Soal pertimbangan, kelembagaan, atau lintas sektoral, belum terjawab," ujar Iwan dalam seminar nasional bertema Quo Vadis RUU Pertanahan yang dihelat di Fakultas Hukum Unika Atma Jaya, Jakarta, Kamis (24/4/2014).

 

Hal senada disampaikan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI) Eddy Hussy. Menurutnya, RUU Pertanahan yang kini masih digodok di Komisi II DPR harus dipertegas.

 

Banyak hal kata Eddy, yang menimbulkan kebingungan, terlebih bagi para pengusaha pengembang perumahan di Indonesia. "RUU Pertanahan ini juga harus mengikuti perkembangan zaman. Ada beberapa hal yang di dalamnya (RUU) tidak applicable," terang Eddy.

 

Sekadar diketahui, perkembangan pemanfaatan tanah telah mendorong terbitnya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (TAP MPR RI) Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam arah kebijakannya antara lain mengamanatkan untuk mengambil langkah harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang sumber daya alam,

 

Reformasi Agraria merupakan implementasi dari mandat TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Keputusan MPR RI Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI, untuk menyampaikan saran atas Laporan Pelaksanaan Keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR, BPK, dan MA, pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003.

 

Salah satu butir saran yang disampaikan kepada Presiden Republik Indonesia, yakni perlunya Penataan Struktur Penguasaan, Pemilikan, Pemanfaatan dan Penggunaan Tanah.

 

Adapun yang menjadi poin rekomendasi dari Seminar Quo Vadis RUU Pertanahan ini ialah pembahasan RUU Pertanahan di DPR RI harus mendapatkan perhatian besar dari praktisi dan pemerhati agraria maupun dari akademisi.

 

Perubahan harus dilakukan secara kontekstual dengan perubahan paradigma masyarakat guna menuju menuju kepentingan kesejahteraan bersama

 

Secara konkrit, para pemangku kepentingan dalam hal ini DPR maupun Pemerintah perlu melakukan kajian ilmiah dan pengembangan yang terus-menerus baik dalam kerangka teori maupun konsepsi pemikiran kemudian disosialisasikan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders).

 

Hasil pemikiran tersebut menjadikan acuan kerangka pikir sebagai dasar untuk melengkapi dan menjabarkan pengaturan di bidang pertanahan dan mempertegas penafsiran berbagai konsep pertanahan yang dilandasi dengan falsafah Undang-undang Pertanahan dan prinsip-prinsip pembaruan agraria

 

Implementasi terhadap reformasi agraria wajib dilakukan tetapi tidak perlu terburu-buru untuk mengesahkan RUU Pertanahan menjadi UU Pertanahan karena masih banyak hal yang tidak jelas pengaturannya dan terdapat kendala-kendala.

 

DPR yang baru terbentuk nantinya diharapkan dapat menghasilkan peraturan yang diterima oleh semua kalangan baik masyarakat dan pengusaha atau pengembang. Undang-undang Pertahanan harus menjadi wahana bagi terselenggaranya Reformasi Agraria sejalan dengan falsafah Pancasila dan amanat UUD 1945.

(put)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini