Share

Penyebab Mutu Pendidikan Tinggi RI Masih Jeblok

Rifa Nadia Nurfuadah , Okezone · Kamis 24 April 2014 18:33 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 24 373 975290 jmNzSlw03m.jpg Rektor Universitas Tarumanagara (Untar) Prof. Roesdiman Soegiarso. (Foto: Rifa Nadia/Okezone)
A A A

JAKARTA - Indonesia kaya akan sumber daya alam (SDA), itu sudah bukan rahasia lagi. Indonesia juga kaya akan sumber daya manusia (SDM). Jumlahnya berlimpah, kualitasnya pun bisa diadu dengan SDM dari negara lain.

Sayangnya, ada satu kelemahan SDM Indonesia yang cukup fatal; minim penguasaan bahasa Inggris. Hal ini akan menghambat tidak hanya kemajuan secara nasional, tetapi juga dalam tingkat dunia.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Menurut Rektor Universitas Tarumanagara (Untar) Prof. Ir. Roesdiman Soegiarso, M.Sc. Ph.D, ketidakmampuan menguasai bahasa pergaulan dunia itu juga akan memengaruhi sistem pendidikan tinggi di Indonesia dan posisinya di konstelasi pendidikan internasional. Saat ini saja, perguruan tinggi Indonesia yang paling elite dan unggul sekalipun tidak menembus 200 besar dalam pemeringkatan kampus dunia.

"Kampus terbaik kita ada di kisaran 300 besar. Ini kenyataan," tutur Roesdiman, ketika berbincang dengan Okezone di Auditorium Untar, Jakarta, Kamis (24/4/2014).

Roesdiman meyakini, dari sekira 250 juta penduduk Indonesia, pasti banyak yang memiliki kualitas intelektual unggul. Sayangnya, penguasaan bahasa asing, terutama Inggris, yang minim membuat kita terhambat untuk maju.

Menurutnya, kondisi ini timbul karena kita pernah mengalami masa menutup diri dari bahasa asing, khususnya Inggris. Padahal, banyak literatur pendidikan yang dapat menjadi acuan riset para dosen dan peneliti di Indonesia disajikan dalam bahasa Inggris.

Karena minim penguasaan bahasa asing itulah, civitas akademika di Tanah Air sulit memahami materi yang disajikan berbagai jurnal ilmiah dunia. Akibatnya, pendidikan dan dunia riset kita pun sulit maju dan sejajar dengan bangsa lain.

"Saya tidak mengatakan kita mengabaikan bahasa Indonesia, tetapi penguasaan bahasa asing, khususnya Inggris, sangat penting. Ilmuwan kita bisa tetap menulis karya ilmiah mereka dalam bahasa Indonesia resmi, tetapi mereka juga harus menguasai bahasa Inggris," tuturnya.

Selain hambatan bahasa, Roesdiman melihat peran pemerintah masih minim. Anggaran pendidikan yang besar tidak diarahkan untuk membangun fasilitas unggulan dalam bidang tertentu. Seharusnya, kata Roesdiman, pemerintah mengalokasikan dana untuk membangun laboratorium kekhususan yang benar-benar unggul dan dapat diakses seluruh kampus di Indonesia.

"Saya membayangkan, kita seharusnya memiliki laboratorium yang khusus meneliti gempa," imbuh Roesdiman.

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini