Share

Minat Rendah, Menulis Jurnal Ilmiah karena Penghargaan

Margaret Puspitarini , Okezone · Jum'at 25 April 2014 06:00 WIB
https: img.okezone.com content 2014 04 24 373 975463 JadHfv8xZf.jpg Ilustrasi. (Foto: Reuters).
A A A

JAKARTA - Akademisi juga memiliki kewajiban untuk menulis jurnal ilmiah. Sayang, minat menulis jurnal ilmiah di Indonesia masih rendah. Data tersebut diperoleh dari Scientific American Survey (1994).

Berdasarkan lembaga tersebut, kontribusi tahunan Scientist dan Scholars Indonesia pada pengetahuan (knowledge), sains, dan teknologi hanya 0,012 persen. Fakta tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan kontribusi Singapura yang mencapai 0,179 persen.

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Hal itu mengemuka dalam "Workshop Publikasi Ilmiah Jurnal Nasional dan Internasional" bagi mahasiswa S-3 di Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. “Tentu kalau dibandingkan dengan sumbangan ilmuwan di AS tidak signifikan karena disana mencapai 20 persen,” tutur peneliti dari Jurusan Kimia FMIPA UGM Mudasir, seperti dikutip dari situs UGM, Jumat (25/4/2014).

Menurut Mudasir, rendahnya minat menulis artikel ilmiah di Indonesia disebabkan beberapa faktor. Selain tidak tahu bagaimana cara menulis karya ilmiah demgan baik, penghargaan (insentif) dari universitas juga masih kecil.

Di sisi lain, kata Mudasir, situasi jurnal ilmiah di Indonesia juga belum optimal. Contohnya oplah jurnal ilmiah di Indonesia yang terbatas hanya sekitar 400 kopi peredisi. Sirkulasinya yang terbatas dan bersifat lokal serta tidak dilanggan oleh perpustakaan.

"Bahkan sebelumnya belum disertai abstrak dalam bahasa Inggris sehingga sedikit disitasi. Akibatnya jurnal ilmiah kita tidak begitu dihiraukan oleh dunia scientific," paparnya.

Dia mengaku, dalam masyarakat ilmiah yang relatif belum berkembang, kegiatan diseminasi melalui peer-review perlu diberi dorongan yang memadai. Adanya skema penelitian yang mengharuskan publikasi diharapkan dapat meningkatkan gairah peneliti Indonesia untuk mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal ilmiah bertaraf nasional terakreditasi dan peer-review international journals.

Senada dengan Mudasir, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Biologi UGM Budi Setyadi Daryono menilai, tanpa adanya publikasi maka ilmu pengetahuan akan mati. Budi menyatakan, kualitas penelitian dosen maupun ilmuwan Indonesia tidak kalah jika dibandingkan penelitian dari luar negeri.

"Poin pentingnya adalah bagaimana menulis ilmiah itu menjadi budaya yang terus dilestarikan. Bahasa Inggris bukan menjadi kendala bagi kita untuk terus menulis," tegas Budi.

Workshop yang berlangsung selama dua hari tersebut diikuti sekira 40 orang mahasiswa S-3 dari beberapa angkatan. Kegiatan tersebut cukup penting mengingat diterbitkannya artikel di jurnal ilmiah bagi mahasiswa merupakan syarat utama kelulusan studi S-3 di Fakultas Biologi UGM yang memilih jalur wisuda.

(ade)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini