Share

Nikah Muda Boleh Aja, Asalkan...

Rifa Nadia Nurfuadah , Okezone · Kamis 21 Agustus 2014 18:05 WIB
https: img.okezone.com content 2014 08 21 373 1027820 WMqVTloUuD.jpg Gerakan Siap Menikah (GSM) dari UNY berupaya menekan angka pernikahan dini akibat pergaulan bebas. (Foto: dok. UNY)
A A A

JAKARTA - Seragam sekolah masih putih abu-abu, tapi hubungan dengan si pacar sudah seperti pasangan suami istri. Akibatnya, kehamilan di luar nikah pun terjadi. Sekolah berantakan, masa muda juga melayang karena terpaksa menikah dini.

Pergaulan bebas seperti ini ternyata bukan monopoli gaya hidup remaja di kota-kota besar. Buktinya, di Gunungkidul, Jawa Tengah, angka pernikahan dini setiap tahun selalu meningkat. Menurut data Pengadilan Agama Wonosari, misalnya, data permohonan dispensasi menikah untuk wanita usia di bawah 16 tahun dan laki-laki di bawah 19 tahun naik setiap tahun.

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Pada 2011, ada 145 permohonan. Sedangkan pada 2012, jumlahnya mencapai 172 permohonan. Ironisnya, rata-rata pemohon adalah pelajar kelas II SMP hingga kelas II SMA.

Mereka menikah dalam usia sangat dini karena pergaulan bebas dan pengaruh lingkungan.  Miris, ya? Makanya, karena prihatin, tim Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pun menggagas Gerakan Siap Menikah (GSM) untuk menekan angka pernikahan dini di Dusun Blekonang, Tepus, Gunungkidul Kabupaten Gunung Kidul.

Di bawah bimbingan Ketua Jurusan Manajemen FE UNY Setyabudi Indartono, Ph.D.,  Riqi Astuti dan Karyati (Pendidikan Akuntansi 2012),  Gede Sangu Gemi (Fakultas Teknik), Ridwan Budiyanto (Fakultas Ilmu Pendidikan) dan Ingge Septia Cahyadi (Fakultas MIPA) mengajak pelajar SMP-SMA di Dusun Blekonang, Tepus, Gunungkidul berusia di bawah 25 tahun dan belum menikah bergabung dengan komunitas GSM.

Anggota komunitas ini, kata Riqi, sang ketua kelompok, belajar tentang persiapan-persiapan sebelum menikah serta risiko pernikahan dini. Riqi berharap, GSM dapat mendorong perubahan pola pikir di masyarakat tentang pernikahan dini. Menurut Riqi, calon mempelai seharusnya sudah siap baik secara fisik (usia), mental dan ekonomi.

"Mereka juga seharusnya memiliki pengetahuan sebelum melangsungkan pernikahan sehingga angka pernikahan dini di Gunung Kidul dapat ditekan seminimal mungkin. Semakin siap, semakin tidak dini dalam menikah,” papar Riqi, seperti disitat dari laman UNY, Kamis (21/8/2014).

Dalam setiap pertemuan, ada berbagai penyuluhan yang diberika kepada para anggota komunitas GSM. Selain pelajaran tentang persiapan sebelum menikah dan risiko pernikahan dini, anggota kelompok ini juga mendapatkan penyuluhan berumah tangga. Mereka juga bisa berkonsultasi dengan para tokoh masyarakat (dukuh).

"Kami juga menggelar training parenting (pendidikan anak), pengembangan keterampilan, dan pelatihan lainnya," Riqi mengimbuhkan. 

Tentu saja, komunitas GSM enggak sendirian dalam menjalankan berbagai kegiatannya. Mereka bekerjasama dengan banyak pihak seperti Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Tepus, Lembaga Pengembangan Potensi Remaja (Quantum Remaja) Sleman, serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kini, kata Riqi, kegiatan komunitas GSM sudah mulai berjalan mandiri dan selalu didampingi tim PKMM UNY. Selain itu, PLKB Kecamatan Tepus enggak hanya mengapresiasi kegiatan GSM, tetapi juga berencana menjadikan GSM sebagai model untuk daerah lain. 

"Kami juga lolos seleksi untuk maju ke ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-27 di Universitas Diponegoro, Semarang, 25—29 Agustus mendatang," tuturnya.

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini