Share

Konflik Jokowi-JK Mulai Tampak ke Publik

Arief Setyadi , Okezone · Senin 25 Agustus 2014 11:33 WIB
https: img.okezone.com content 2014 08 25 567 1029336 P2eo6Qb3Im.jpg Jokowi-JK (Foto: Dok. Okezone)
A A A

JAKARTA - Joko Widodo (Jokowi) bersama Jusuf Kalla beserta Tim Transisi terus merancang program pemerintahannya. Mulai mematangkan visi dan misi, kelembagaan kementerian, hingga kabinet. Namun, belakangan hubungan keduanya memanas lantaran kerap terjadi silang pendapat.  

 

Politikus Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, sejauh ini belum ada gambaran tentang postur kabinet pemerintah yang baru.

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

 

"Bahkan, ada perbedaan tajam cara pandang antara Jokowi dan Jusuf Kalla. Presiden terpilih cenderung progresif, sementara sang wapres memilih proses perubahan bertahap. Publik pun kini menunggu kemampuan kedua pemimpin terpilih mencari jalan keluar dari beda cara pandang itu," katanya dalam keterangan pers, Senin (25/8/2014).

 

Bambang mengatakan, walau Jokowi telah memberi klarifikasi mengenai kabar beda pendapat, tidak bisa dimungkiri gesekan keduanya terasa di mata publik tak lama setelah KPU menetapkan keduanya sebagai pemenang Pilpres 2014. Perbedaan keduanya langsung mengemuka di ruang publik, terutama pada isu figur menteri dari partai politik (parpol), perampingan kabinet, dan isu mengenai lelang jabatan menteri.

 

"Jokowi menuntut menterinya fokus 100 persen membantu presiden menjalankan program kerjanya. Maka, menteri sebaiknya tidak menduduki jabatan di partai politik. Sebaliknya, JK berpendapat bahwa menteri dari kalangan politikus tak boleh dihapus. Kabinet tak bisa lepas dari politik, dan karena itu patut menghargai suara parpol. JK juga minta tidak dibuat dikotomi antara politikus dengan para profesional," tuturnya.

 

Bambang menuturkan, mengenai postur kabinet, kubu ini tengah merancang perampingan dan penggabungan kementerian. Seperti dari 34 kementerian yang ada saat ini dipangkas menjadi 27 kementerian. Tak lain, mereka bertujuan menghemat APBN Rp 3,8 triliun. Namun, lagi-lagi JK menolak opsi ini dan mengingatkan bahwa perampingan serta penggabungan kementerian tidak otomatis bisa menghemat anggaran, karena pemerintah baru tidak mungkin menawarkan program pemutusan hubungan kerja bagi pegawai negeri sipil (PNS).

 

"Tentang mekanisme rekrutmen menteri, Jokowi ingin menerapkan mekanisme yang hampir sama dengan yang diterapkannya saat menyeleksi camat dan lurah di Jakarta. Artinya, akan ada lelang jabatan untuk menyeleksi calon menteri yang tak berbeda dengan lelang jabatan," jelasnya.

 

Menurut Bambang, JK memiliki pendapat lain mengenai pos menteri ini. Politikus senior Partai Golkar itu menilai lelang jabatan tak dapat diterapkan untuk menentukan figur menteri. Pasalnya, jabatan menteri sangat penting dan politis. Sehingga, JK menyarankan menteri dipilih melalui penunjukan langsung oleh presiden.

 

Hal itu dilakukan untuk menghindari stagnasi manajemen kenegaraan atau dampak negatif lainnya, JK pun berpendirian bahwa pemerintah baru sebaiknya tidak memaksakan perubahan yang radikal atau ekstrim. Sebab, perubahan yang ekstrem butuh waktu berbulan-bulan untuk sekadar beradaptasi dan akan menghabiskan waktu hanya untuk urusan organisasi.

 

"Dari beda cara pandang itu, publik melihat bahwa ada tantangan, tepatnya mungkin persoalan, internal yang sedang menyelimuti kedua calon pemimpin itu. Mampukah Jokowi-JK menemukan jalan keluar dari beda cara pandang itu? Itulah yang kini ditunggu publik," pungkasnya.

(hol)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini