Share

Perampingan Kabinet Ide Brilian Jokowi

Rizka Diputra , Okezone · Kamis 28 Agustus 2014 15:39 WIB
https: img.okezone.com content 2014 08 28 568 1031106 lHeAeTihv1.jpg Joko Widodo (Foto: Dok Okezone)
A A A

JAKARTA - Kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sangat dinanti publik. Salah satunya yakni konsep revolusi mental dan model penghematan anggaran ala Jokowi dengan melakukan perampingan kementerian di kabinet yang akan dipimpinnya kelak.

Bahkan, disebut-sebut Rumah Transisi sudah menelurkan ide jumlah kementerian yang ideal mengkerucut dari 34 menjadi 27.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

"Itu menurut kami bukti dari upaya revolusi mental terhadap birokrasi seperti janji kampanye Jokowi," ujar Kepala Pusat Penelitian The Jokowi Institute, Muhammad Sadli Andi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis (28/8/2014).

Andi mengungkapkan, pada saat yang sama yakni sejak tanggal 5 Agustus 2014, Jokowi Watch dan The Jokowi Institute juga sudah menyurati 34 Kementerian, 22 Lembaga Negara Non Departemen (LNND) dan delapan institusi negara setingkat kementerian.

"Hasil analisa kami untuk sementara ini menyatakan bahwa terhadap Kementerian dan LNND memang harus dilakukan perampingan dengan cara peleburan. Jadi peleburan harus dilakukan jika ingin mengikuti pola pikir revolusi mental Jokowi," bebernya.

Dia pun menyayangkan jika ada upaya  'menghalangi' Jokowi untuk merevolusi mental birokrasi dengan cara perampingan agar didapatkan penghematan anggaran. Menurutnya, pemerintahan Jokowi-JK perlu melakukan perubahan secara fundamental terhadap Kementerian dan LNND di awal pemerintahannya.

"Menurut kami, model perampingan kabinet adalah ide brilian Jokowi yang mau mengambil kemenangan tanpa sisa (the winner takes all), di mana oposisi vis a vis koalisi berdiri secara permanen. Namun sayang, terlihat JK memandangnya sebagai sesuatu yang tidak realistis di tengah sistem presidensial Indonesia yang memaksa pemerintah harus berbagi kuasa dengan parlemen," paparnya.

Andi menambahkan, koalisi permanen di eksekutif terlampau menyulitkan untuk mengamankan kebijakan pemerintah, karena Undang-undang dalam berbagai macam bentuknya telah memberikan ruang lebih kepada parlemen untuk setuju dan tidak setuju, misalnya kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Sekarang ini, bergantung kepada Jokowi apakah mau berhadap-hadapan dengan parlemen atau mau berkompromi. Jika dilihat dari postur Jokowi yang pendobrak maka kemungkinan pilihannya adalah zero sum game yakni koalisi pemenang akan mengambil semuanya, maka premis perampingan kabinet boleh jadi bukan isapan jempol belaka," jelasnya.

(put)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini