Share

Peradi: RUU Advokat Lemahkan Supremasi Sipil

Rizka Diputra , Okezone · Kamis 18 September 2014 16:16 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 18 339 1041062 gmdeGsMUuT.jpg Peradi: RUU Advokat Lemahkan Supremasi Sipil
A A A

JAKARTA- RUU Advokat yang bergulir di DPR hingga kini masih menuai pro dan kontra. Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menjadi pihak paling vokal menolak keras pengesahan RUU tersebut.

Ketua Pusat Bantuan Hukum Peradi Rivai Kusumanegara mengatakan, keberadaan Dewan Advokat Nasional dalam RUU Advokat yang diusulkan pemerintah serta diharuskan dipilih DPR berpotensi melemahkan gerakan rekan-rekan LBH dan LSM.

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

"Dewan Advokat Nasional akan mudah menekan rekan-rekan advokat dengan mencari kesalahan sekecil apapun, apalagi komposisinya sebagian besar non advokat. Advokat legendaris Mr Yap Thiam Hien pernah mengalami tekanan rezim orde baru saat advokat masih di bawah kendali pengadilan," ungkap Rivai dalam keterangan tertulisnya, Kamis (18/9/2014).

Era reformasi menurutnya, telah melahirkan banyak Undang-undang seperti UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2002 dan Undang-Undang Advokat tahun 2003. Dalam Undang-Undang Advokat tersebut kata Rivai, dibentuk wadah tunggal yang independen dan dikelola oleh kalangan advokat sendiri.

"Sehingga pemerintah sulit menekan advokat yang melakukan pembelaan publik. Bahkan sejak itu, advokat publik yang mengalami tekanan penguasa akan meminta perlindungan dari organisasi profesi. Organisasi yang bebas dan mandiri juga sejalan dengan IBA Standards for The Independence of The Legal Profession tahun 1990," paparnya.

Rivai menjelaskan, keberadaan wadah tunggal profesi advokat menimbulkan kekuatan dan kewibawaan, sehingga efektif dalam memberi perlindungan bagi para advokat dalam melaksanakan advokasi publik. Sedangkan dalam RUU Advokat, dikenal sistem multi bar yang dengan 35 orang advokat bisa membuat organisasi sendiri.

"Saya tidak habis pikir sistem multi bar tersebut, selain dugaan melemahkan supremasi sipil dengan melemahkan pembelaan publik. Karena di Undang-undang Notaris yang terbit 15 Januari 2014 justru Ikatan Notaris Indonesia (INI) ditetapkan sebagai wadah tunggal notaris. Kenapa untuk organisasi advokat justru dibuyarkan?," bebernya.

Menurut Rivai, hal itu menunjukkan DPR tidak konsisten dan bertolak belakang dengan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Mahkamah Agung (MA) yang selama ini memberi penguatan bagi wadah tunggal profesi advokat, sebagaimana terakhir dalam putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 11 September 2014 atas permohonan uji materi beberapa waktu lalu.

(ugo)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini