Share

Lima Permasalahan Hukum di Indonesia

Qur'anul Hidayat , Okezone · Jum'at 19 September 2014 15:59 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 19 339 1041595 wwmPhUyyB5.jpg Lima Permasalahan Hukum di Indonesia (Ilustrasi)
A A A

JAKARTA - Meskipun sudah dibuat berbagai macam regulasi, persoalan hukum di Indonesia masih menumpuk. Bahkan, Indonesian Legal Roundtable (ILR) melakukan survei dan analisis untuk mengukur indeks penerapan hukum di Indonesia di Tahun 2013.

Survei ini melibatkan 198 orang ahli yang tersebar di Indonesia, kesemuanya mendapat total 330 kuesioner. Responden tersebut tersebar dalam berbagai jenis profesi seperti akademisi, aktivis, advokat, dan komisioner atau tenaga ahli komisi negara independen.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Hasil survei dan kajian yang dicetak dalam sebuah buku berjudul "Indeks Negara Hukum Indonesia Tahun 2013," menyajikan penilaian terhadap lima prinsip negara hukum yang ada di Indonesia.

Prinsip pertama yakni pemerintahan yang berdasarkan hukum yang di dalamnya terdapat penilaian tentang tindakan pemerintah terhadap hukum, sistem pengawasan yang efektif dan keseimbangan legislatif dan eksekutif.

Direktur ILR, Todung Mulya Lubis memamaparkan prinsip pertama tersebut masih jauh dari harapan. Bahkan, pilar-pilar prinsip pemerintahan berdasarkan hukum menurutnya masih rapuh.

"Permasalahan mendasar dari prinsip ini adalah tidak adanya pengawasan yang efektif, baik oleh parlemen, pengadilan, pengawasan internal pemerintah dan komisi negara independen," paparnya di Ballroom Hotel Manhattan, Jalan Prof Dr Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2014).

Prinsip kedua adalah peraturan yang jelas, pasti dan partisipatif yang di dalamnya berisi substansi peraturan yang jelas dan pasti dan partisipasi publik dalam pembentukan peraturan.

Temuannya adalah, aspek peraturan yang stabil dan akses mendapatkan peraturan masih tergolong baik. Hanya saja, masih banyak masalah yang berhubungan dengan kejelasan materi peraturan yang dinilai multitafsir.

"Pastisipasi publik dalam pembentukan perundang-undangan masih minim dalam setiap proses, baik dari akses mendapatkan informasi, perencanaan, dan pembahasan peraturan," bebernya.

Prinsip ketiga adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka yang berisikan tentang independensi kekuasaan kehakiman dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Todung mengatakan independensi hakim masih bermasalah, terutama masih rentan terhadap suap. Selain itu, hakim juga masih belum akuntabel dalam memutus perkara karena kurangnya integritas.

Prinsip keempat adalah akses terhadap keadilan yang terbagi dalam ketersediaan aturan, proses dan pemulihan hak warga negara.

Temuannya, proses peradilan di Indonesia masih bermasalah karena tidak adanya jaminan atau pengaturan dalam larangan dari suap dan pungutan liar. Selain itu, masih ditemukan praktik diskriminasi atas status ekonomi dan sosial masyarakat.

"Temuan lainnya adalah penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh aparat hukum baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga permasyarakatan yang masih tinggi," ungkapnya.

Prinsip terakhir adalah tentang penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) yang di dalamnya berisi tentang jaminan terhadap hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, jaminan bebas berpendapat, jaminan hak hidup dan jaminan terhadap hak untuk bebas dari penyiksaan.

Menurut Todung, secara umum komitmen negara dalam menjamin HAM di tataran regulasi-konstitusi serta perundang-undangan cukup memadai.

"Meski demikian, untuk jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan masih ada distorsi dalam bentuk peraturan daerah," tandasnya.(fid)

(ahm)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini