Share

Pembentukan Bank Petani Masih Terganjal Izin

Selfiani Hasanah , Okezone · Jum'at 19 September 2014 18:31 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 19 457 1041678 q4lk9zxnE2.jpg Pendiri Bank Petani, Mazril Koto. (Foto: OKezone)
A A A

JAKARTA - Pendiri Bank Petani, Mazril Koto, mengatakan Bank petani yang dia dirikan hingga kini sulit untuk mendapatkan izin berupa badan hukum dari instansi terkait. Pasalnya lembaga yang dia dirikan hingga kini masih dianggap belum sesuai dengan program koperasi.

"Badan hukum kita mau bikin tapi orang koperasi enggak mau kasih, prosesnya sudah dijalani, tapi belum juga mendapatkan izin," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Jumat (19/9/2014).

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Dia mengatakan, hal ini didasari pada beberapa aspek atau program kerja yang mendasar, yaitu tata cara permodalannya berbeda dengan koperasi, dan hal itu tidak dimiliki oleh lembaga yang dia dirikan.

"Orang dinas koperasi menganggap ini bukan koperasi, dikarenakan struktur permodalan kita beda dengan aturan koperasi. Cuma lembaga kita ini kan gerakannya yang gerakan koperasi, itu kan persoalan teknis gitu," katanya.

"Kebetulan orang dinas koperasi masih berdebat-debat mengenai ini, apakah badan hukumnya badan hukum koperasi, atau badan hukum lembaga keuangan mikro (LKM)," tambah dia.

Menurutnya, ada beberapa syarat yang mendasar yang tidak ada pada lembaganya tersebut, seperti simpanan pokok dan simpanan wajib. Menurutnya, jika memang ada simpanan pokok dan wajib, maka lembaganya dapat diberi badan hukum.

"Di kita yang dikenal saham, terus ada tabungan, tapi tabungannya berupa tabungan sesuai kebutuhan seperti tabungan naik haji, dan sebagainya. Jadi tabungan yang kita buka sesuai kebutuhan yang muncul pada masyarakat," jelasnya

Menurut dia, sistem yang dia pakai persis sama seperti di bank. Namun, untuk menjaga agar lembaganya tidak berpihak kepada masyarakat, maka bentuk yang diajukan bukan bank.

"Kalau bank misalnya kita jadi bank, itu tidak akan berpihak kepada rakyat, karena buktinya bank yang ada saja. Artinya saya enggak bisa kasih kesempatan kepada yang kecil-kecil untuk meminjam, karena peraturan bank itu mikronya mereka berbeda dengan mikronya kita, lalu juga menabung, menabung di bank mana ada Rp2 ribu, di kita boleh menabung Rp2 ribu, boleh Rp1.000 enggak masalah," imbuhnya.

Selain itu, dia mengatakan untuk bunga pinjaman tidak aturan khusus. Menurutnya, bunga yang diberikan sangat tergantung dengan kesepakatan. Dengan demikian, sistem yang diaplikasi adalah sistem bagi hasil.

"Misalnya dia minjam untuk tanam padi. Jadi kita survei, nah jadi petani ini banyak yang tidak mengerti soal lahan, kadang dia bilang satu hektar ternyata pas kita lihat cuma 0,5, nah kita cek, oh ini kebutuhannya kira-kira sekitar Rp1,5 juta, diperkirakan berapa kaleng padi dapatnya," jelasnya.

"Karena kita di sana kaleng kan hitungannya, berapa kira-kira keuntungannya nah itu yang kita bagi. Bagi hasilnya 30:70, ini tergantung kesepakatan, fleksibel. Tapi kan semakin besar dia ngasih bagi hasilnya nantinya di akhir tahun dia akan semakin besar dapat insentifnya, karena kan namanya ini sebagai ruh koperasi," tutupnya.

(mrt)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini