Share

Terpaksa Bergantung pada Industri Tambang

Rifa Nadia Nurfuadah , Okezone · Selasa 23 September 2014 05:49 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 22 19 1042865 zcKaMojjDZ.jpg Ilustrasi Tambang. (Foto: Okezone)
A A A

WATUSAMPU - Perubahan alam sering kali mendorong masyarakat suatu daerah mengubah cara hidup mereka. Masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah, misalnya, terpaksa "menggantungkan" hidup pada sektor tambang.

Pasalnya, pertumbuhan industri tambang di kawasan itu cukup massif. Dalam empat tahun terakhir saja, ada 45 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Donggala. Dari jumlah itu, 44 perusahaan sudah langsung dapat melakukan kegiatan eksploitasi.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Aktivitas produksi perusahaan tambang inilah yang menjadi buah simalakama bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang. Di daerah tetangga Kabupaten Donggala, Watusampo, misalnya, banyak pemuda setempat menganggur meski kegiatan pertambangan sangat massif.

Ketua RW 3 di Kelurahan Watusampo Kecamatan Ulujadi, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Wisran menyebut, di wilayahnya ada enam perusahaan tambang yang menjalankan produksi. Namun, hanya sedikit warga lokal yang terserap sebagai tenaga kerja.

"Itu pun hanya tenaga kasar seperti buruh tambang, kuli angkut dan supir truk," tutur Wisran, ketika berbincang dengan Okezone, di Watusampo, belum lama ini.

Sayangnya, kata Wisran, para pekerja tambang tersebut tidak mendapatkan gaji dan jaminan sosial yang pasti. Mereka dibayar per hari, tanpa mendapatkan standar kesehatan dan keselamatan. "Kebanyakan digaji di bawah standar upah minimal regional (UMR)," imbuh Wisran.

Pria 36 tahun ini memaparkan, pertumbuhan industri tambang besar-besaran di wilayahnya membuat banyak orang terpaksa mengandalkan pemasukan dari sektor tersebut. Sebab, untuk kembali berkebun dan bercocok tanam pun sangat sulit mengingat polusi dan debu tambang membuat kualitas tanah menurun.

Dia menyebut, selain menjadi buruh tambang, banyak juga pemuda setempat membuka usaha penampungan pasir dan koral swadaya.  "Kami berharap supaya perusahaan jadi bapak angkat usaha kecil mereka," tuturnya.

Kenyataan pahit yang dialami masyarakat setempat ini berbanding 180 derajat dengan para pengusaha tambang. Perputaran rupiah hasil industri tambang sangatlah besar, begitu juga kebocorannya.

Data Relawan Orang dan Alam (ROA) Sulawesi Tengah menunjukkan, dari 443 IUP di provinsi tersebut, pemasukan pemerintah hanya Rp2,35 miliar. Namun, jika merujuk pada PP No 9 Tahun 2012 Tentang Jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak terjadi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) Sulteng sekira RP89,7 miliar selama tiga tahun terakhir. Angka itu berasal dari iuran tetap yang wajib dibayar oleh pemegang IUP batubara dan logam di Sulteng.  Sedangkan di Kabupaten Donggala sendiri, diperkirakan ada  kebocoran senilai Rp2,56 miliar dari sektor galian C.

Menurut Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Donggala Syamsu Alam, pendapatan asli daerah (PAD) di daerahnya dari sektor galian C hanya sekira Rp19 miliar pada 2013. Sementara PAD di sektor tambang lainnya langsung masuk ke kas pusat.

"Tahun ini, kami menargetkan PAD dari sektor tambang galian C mencapai Rp21 miliar. Angka ini bisa jadi naik, sesuai hasil rapat perubahan nantinya," tutur Syamsu. 

Syamsu menyebut,  pihaknya membuka kesempatan pengusaha lokal dalam mengusahakan masuknya investasi melalui kerjasama dengan pengusaha luar daerah. Cara ini, kata Syamsu, dinilai lebih efektif dan efisien.

 

Di sisi lain, masyarakat, seperti diungkapkan Wisran, menyadari, bahwa industrialisasi pertambangan ini memang pilihan masyarakat dalam mencapai kemakmuran. Namun, dampaknya  seharusnya menjadi konsekuensi yang harus ditanggung dan diminimalisasi bersama.

"Kehidupan ekonomi dan keseimbangan ekosistem seharusnya bisa berjalan dinamis. Misalnya, perusahaan mengakomodasi dan membina usaha kepemudaan untuk mengurangi pengangguran," imbuh Wisran.

(mrt)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini