JAKARTA - Densus 88 mengaku terpaksa menembak satu dari enam terduga teroris yang ditangkap di Bima, Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu 20 September lalu. Adnan alias Deo alias Nurdin terpaksa ditembak mati karena melakukan perlawanan.
"Dia melemparkan dua bom pipa ke arah anggota sehingga terpaksa kami lumpuhkan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Senin (22/9/2014).
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Adnan meninggal dunia saat dibawa ke rumah sakit. Jasadnya hingga kini masih berasa di Mataram, dan belum ada pihak keluarga yang mengambil jasadnya. "Kabar terakhir jasadnya masih ada di rumah sakit di Mataram, belum ada keluarga yang mengambil," pungkas Boy.
Diakui Boy, keenam orang tersebut ada kaitannya dengan serangkaian aksi teror yang terjadi di Bima. Terakhir, para teroris tersebut diduga melakukan penembakan terhadap tiga polisi hingga menewaskan Kapolsek Ambalawi, Ajun Komisaris Polisi Abdul Salam. "Belum dapat dibuktikan keterlibatan mereka, tapi ada beberapa bukti menuju ke arah sana," tutur Boy.
Selain Adnan, lima orang yang ditangkap bernama Juwait alias Herman, Suhail alias Gondong, Juned alian Gun, Samil alias Salman, dan Irawan. "Pemeriksaan terhadap kelimanya terus kami lakukan," ujar Boy.
Boy menuturkan keenam orang tersebut termasuk dalam jaringan teroris Santoso. Namun dia tidak bisa mengatakan mereka tergabung dalam Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).
(ful)