Share

Empat Alasan Peluang SBY Batalkan UU Pilkada Tertutup

Tri Kurniawan , Okezone · Selasa 30 September 2014 16:45 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 30 339 1046414 x3KS6cTIR6.jpg Empat Alasan Peluang SBY Batalkan UU Pilkada Tertutup
A A A

JAKARTA - Partai Gerindra menilai desakan berbagai pihak agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membatalkan Undang-Undang Pilkada agak aneh. Gerindra menilai, peluang SBY membatalkan UU Pilkada sudah tertutup.

"Terlebih setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan dalam perkara uji materiil UU MD3, kemarin," kata Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra, Habiburokhman, Selasa (30/9/2014).

Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Habiburokhman mengungkap, ada empat alasan yang membuat peluang tersebut tertutup.

Alasan pertama, Presiden melalui Menteri Dalam Negeri adalah pihak yang mengajukan RUU Pilkada ke DPR. Saat sidang paripurna 25 September, Mendagri turut hadir dan menyetujui pengesahan RUU Pilkada menjadi UU.

Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 20 Ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi "Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama".

"Perlu digarisbawahi bahwa sejak terpilih kembali sebagai Presiden RI pada 2009, SBY bukan lagi warga biasa melainkan sudah menjadi pranata badan hukum konstitusi yang memegang kekuasaan pemerintahan sebagaimana diatur Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945," terang Habiburokhman.

Alasan kedua, Presiden SBY tidak bisa mengeluarkan Perppu Pilkada utuk mengganti UU Pilkada karena tidak ada hal ihwal kegentingan yang memaksa sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945.

Persoalan yang timbul dari UU Pilkada, menurut Habiburokman, hanyalah ketidaksepakatan beberapa pihak dengan model pilkada melalui DPRD dan hal tersebut sudah harus dianggap selesai dengan selesainya sidang paripurna DPR.

"Sama sekali tidak ada kerusuhan, tidak ada kekacauan dan tidak ada situasi genting yang terjadi setelah disahkannya RUU Pilkada," ungkapnya.

Alasan ketiga, Partai Demokrat tidak memiliki legal standing untuk mengajukan uji materiil UU Pilkada karena Demokrat terlibat dalam perumusan dan pengesahan UU tersebut.

Hal itu mengacu pada putusan MK dalam perkara 73/PUU-XII/2014 Tentang Uji Materiil UU MD3 yang menolak legal standing PDIP karena PDIP memiliki kursi di parlemen.

"Putusan ini juga mengacu pada putusan MK nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 yang menyebutkan bagi partai politik dan/atau anggota DPR yang sudah ambil bagian dan turut serta dalam pembahasan dan pengambilan keputusan secara institusional atas suatu UU yang dimohonkan pengujian akan dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing)," terangnya.

Alasan keempat, sama sekali tidak ada kerugian konstitusional yang timbul dengan disahkannya UU Pilkada yang dapat dijadikan batu uji atau dasar pengajuan permohonan uji materiil.

"Tidak ada satu pasalpun dalam UUD 1945 yang mengatur bahwa pilkada dilaksanakan dengan pemilihan langsung. Pasal 18 Ayat (4) hanya mengatur pilkada dilaksanakan secara demokratis," papar Habiburokhman.

Gerindra mengimbau kepada yang tidak sepakat dengan model pilkada melalui DPRD menghormati proses demokratis yang terjadi pada sidang paripurna.

"Segala perdebatan dan perseteruan seharusnya dianggap selesai setelah wakil rakyat membuat putusan yang sah," pungkasnya.

(trk)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini