Share

Netizen, Pilar Demokrasi Kelima

Mohammad Saifulloh , Okezone · Rabu 01 Oktober 2014 13:26 WIB
https: img.okezone.com content 2014 10 01 59 1046827 YX1ydF2fcG.jpg
A A A

Suatu saat, Michael Hauben, Bapak Netizen Dunia, pernah memprediksi bahwa kehadiran jaringan internet akan semakin memperkuat alam demokrasi di dunia. Hauben sangat jeli melihatnya. Gerakan para penghuni dunia maya sudah sampai pada masa kulminasinya sebagai bagian dari komunitas sosial yang paling berpengaruh.

Tak ada batas lagi menggalang dukungan maupun menggali informasi antara satu negara dengan negara lainnya, bahkan antarbenua kini serasa dekat. Kata Netizen yang berasal dari akronim internet dan citizen serasa membentuk dunianya yang baru. Dunia yang penuh avatar-avatar berkekuatan pendobrak dunia nyata yang telah dinilai banyak melanggar nilai-nilai sosialnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Para netizen tidak hanya membaca berita, tapi juga aktif memberikan opini seputar kehidupan yang mereka jalani sehari-hari. Mereka juga dengan gampang menyampaikan pandangan terkait dengan isu-isu aktual yang terjadi.

Partisipasi masyarakat terkait dengan isu-isu publik. Kondisi ini menyebabkan peran media sebagai pilar keempat demokrasi semakin terancam. Melalui  Facebook dan Twitter, masyarakat bisa menggalang kekuatan sendiri untuk menolak kebijakan pemerintah yang dirasakan bertentangan dengan hati nurani masyarakat.

Empat pilar demokrasi, yaitu lembaga yudikatif, eksekutif, legislatif, dan media seakan sudah tertinggal jauh. Kakak terdekat dari media sosial, yaitu media sendiri sudah separuh lebih kehilangan wibawanya. Sikap netral dan bebas dari unsur kekuasaan negara sudah semakin pupus. Hal itu terbukti dengan keberpihakan perusahaan media menjadi partisan parpol, baik terang-terangan atau hanya implisit saja.

Kehadiran internet dan media sosial mengubah segalanya. Termasuk ke dalam sendi kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Masyarakat sudah terbiasa apresiatif dan aktif dalam menggunakan internet menyebarkan pengaruh pemikiran untuk digulirkan sebagai suatu gerakan massa via dunia maya.

Uji kekuatan perdana Netizen yaitu di  kasus Cicak vs Buaya yang memuat drama panjang pertarungan KPK dan Polri di ranah wewenang kelembagaan. Melalui gerakan di Facebook bertajuk Gerakan 2 juta Facebooker Bebaskan Bibit-Chandra, Netizen bisa memaksa pengambil kebijakan tertinggi negeri ini.

Ada pula kasus Prita vs RS Omni yang menggulirkan Gerakan Koin Prita.  Netizen dianggap oleh pengamat media sosial juga mampu mempengaruhi hasil persidangan yang membebaskan Prita dari segala tuduhan.

Yang tengah hot pun kini melibatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sebenarnya juga seorang Netizen. Sang presiden yang gemar nge-Twit setiap hari ini ternyata belum menyadari kekuatan besar yang tersimpan di balik media sosial.

Nyatanya, nama baik serta kewibawaannya nyaris tumbang oleh tagar #ShamedonYou, #ShamedBYou, hingga #WelcomeMrLiar. Gegara hujatan dan kritikan pedas akibat ulah para kader Partai Demokrat di sidang paripurna yang membahas RUU Pilkada, ia menjadi obyek bullying di media sosial.

Sempat berkelit, SBY nyatanya sudah tak sanggup menahan batinnya. Tentu saja, setiap kali ia mengecek trending topic Twitter kesayangannya, muncullah tagar-tagar ‘usil’ tadi. Sekali lagi, media sosial membuktikan diri sebagai salah satu pilar berdemokrasi yang baru.

Usai lawatan ke luar negeri, SBY pun langsung mengeluarkan maklumat agar peraturan pengganti undang-undang (Perppu) untuk UU Pilkada segera dibuat. Mari kita lihat, apa lagi ulah Netizen jika rencana ini tidak terealisasi.

(uky)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini