Share

Guru Inspiratif Mengatasi Kurikulum

ant, · Minggu 21 Desember 2014 16:20 WIB
https: img.okezone.com content 2014 12 21 65 1082146 guru-inspiratif-mengatasi-kurikulum-CO27m6I4al.jpg Guru inspiratif harusnya kreatif dalam mengatasi kurikulum. (Foto: dok. Okezone)

JAKARTA - Setelah diterapkan di sejumlah sekolah selama tiga semester, Kurikulum 2013 atau biasa diringkas K-13 diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan untuk dihentikan pemberlakukannya kecuali untuk 6.221 sekolah, dari total 205.341 sekolah dasar hingga SMA/SMK. Selebihnya, yakni sekira 200.000 sekolah kembali menggunakan Kurikulum 2006. Keputusan Menteri itu merupakan jalan tengah atas kontroversi penerapan K-13.

Namun, tetap saja masih ada pihak yang tak bisa menerima keputusan itu. Kelompok yang menolak ini menghendaki penghentian total penerapan K-13 karena berbagai kekurangan dalam K-13.

Direktur Eksekutif Institute for Education Reform Mohammad Abduhzen mengusulkan semua sekolah kembali ke Kurikulum 2006. Dengan kembali ke Kurikulum 2006 secara total, sekolah, guru dan siswa akan lebih mudah dalam belajar. Pemerintah juga febih fokus dalam melakukan evaluasi.

Kontroversi tentang kurikulum pendidikan selalu terjadi setiap ada upaya penggantiannya. Kapan pun dan di mana pun. Ini hal yang lumrah. Perdebatan soal kurikulum juga tak harus dimaknai sebagai hal yang negatif.

Pada dasarnya kurikulum hanyalah instrumen, yang bukan segalanya, meskipun punya arti dalam menentukan kualitas pendidikan. Bagi yang percaya bahwa kunci sukses pendidikan ada di tangan guru, kontroversi soal kurikulum tak terlalu merisaukan.

Guru-guru yang inspiratif, tak peduli menggunakan kurikulum apa, akan menghasilkan anak-anak yang lebih kreatif tentunya. Publik tentu ingat tentang kisah pedidikan unik Toto Chan, yang entah menggunakan kurikulum model apa, tapi bisa membuat anak-anak senang belajar dan berkreasi.

Tentu pemerintah tak bisa berpegang pada pedoman pendidikan yang unik dan eksentrik karena yang hendak dididik dalam konteks pendidikan dasar dan menengah di Indonesia adalah pendidikan untuk 31 juta murid SD hingga SMA/SMK. Untuk itu, pemerintah perlu menyerahkan perbaikan Kurikulum 2013 kepada pakar-pakar pendidikan sambil menyiapkan para pendidik yang berkualitas. Sebab, guru yang berkualitas dapat mengatasi kelemahan kurikulum, sedangkan kurikulum yang sempurna tak akan bisa menolong guru-guru yang tak berkualitas.

Persoalan K-13 sesungguhnya cukup pelik. Visi kurikulum itu sungguh brilian karena fokus kurikulum itu adalah pembelajaran aktif dengan materi tematik integratif dengan pendekatan ilmiah. Namun visi yang bagus ini dalam formulasi operasionalnya menghadirkan kerancuan di sana-sini. Bahkan beberapa di antaranya terasa dirumuskan oleh mereka yang tak canggih dalam menggunakan bahasa Indonesia yang sederhana tanpa mengurangi makna yang hendak diusungnya.

Kerancuan juga terjadi pada pendekatan spiritualisme yang kurang tepat. Hal ini dikemukakan Direktur Pendidikan Karakter Education Consulting Doni Koesoema. Dia menuturkan, dalam pelajaran Matematika kelas X, kompetensi intinya menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Kompetensi yang demikian ini tentu membinggungkan karena mencampuradukkan antara pelajaran Matematika dan Agama.

Kekurangan penerapan K-13 juga terjadi pada kesiapan guru dalam mengimplementasikannya. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dengan materi tematik integratif tentu membutuhkan guru-guru yang pandai mengarahkan siswa dalam berdiskusi, berwawasan luas sehingga sanggup memadukan berbagai mata pelajaran dalam satu tema besar.

K-13 tentu membuat suasana belajar lebih menarik dan tak membosankan. Diskusi lebih banyak, pemahaman dan bepikir lebih diandalkan. Penekanan pada hafalan ditekan seminimal mungkin. Anak-anak jadi tak merasa terbeban dalam menimba pengetahuan.

Yang tentu menyulitkan adalah tiadanya buku pegangan dalam menerapkan K-13 dan belum tuntasnya pelatihan bagi guru-guru yang hendak menerapkan K-13 itu. Hingga menjelang diberhentikan oleh Mendikbud, pelaknasaan K-13 diwarnai oleh kekurangan-kekurangan yang substansial itu.

Kini, setelah diputuskan kembali ke Kurikulum 2006 untuk hampir 200.000 sekolah dasar hingga menengah atas/kejuruan, persoalan baru muncul kembali dari sisi orangtua siswa. Banyak keluhan yang muncul karena orangtua, terutama yang pendapatnnya pas-pasan, harus membeli buku-buku baru yang harganya begitu mahal untuk ukuran mereka.

Tampaknya, keluhan pada orangtua yang pendapatannya pas-pasan ini harus dijadikan masukan bagi Mendikbud untuk memberikan bantuan pendidikan dalam bentuk buku secara gratis.

Sebetulnya, untuk pelajaran dasar yang tergolong pasti dan tak terlalu terkait dengan perkembangan mutakhir, seperti pelajaran matematika, fisika dan kimia, buku-buku lama masih bisa dijadikan bahan ajar di kelas. Untuk buku-buku yang terkait dengan pengetahuan umum dan sosial yang mutakhir, tentu harus ada buku-buku baru. Belajar mengenai perkembangan pengetahuan mutakhir pun sebetulnya bisa disiasati oleh guru-guru yang kreatif.

Anak-anak diajak belajar sambil berpikir. Misalnya, dalam buku pengetahuan yang terbit sebelum 2014, jika nama presiden dan wapres masih SBY dan Boediono, maka anak-anak diberitahu bahwa Pemilu 2014 telah menghasilkan Presiden dan Wapres baru, Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Apalagi jika guru-guru kreatif itu belajar dengan dukungan komputer yang terhubung dengan internet. Pengetahuan mutakhir dari dunia maya itu bisa disampaikan ke murid.

Untuk sekolah yang belum terhubung dengan internet, guru-guru bisa berinisiatif dengan memasok pengetahuan ke benak siswa melalui guntingan-guntingan koran yang memuat foto presiden dan wapres yang baru.

Begitulah yang lebih dituntut dari seorang guru yang kreatif. Tak perlu menyerah oleh keterbatasan yang ada. Dengan guru yang kreatif, masalah kisruh kurikulum dengan mudah bisa diatasi. (M Sunyoto)

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini