Share

Kebebasan Pers Masih Jadi Ancaman di Indonesia

Feri Agus Setyawan , Okezone · Selasa 09 Februari 2016 10:10 WIB
https: img.okezone.com content 2016 02 09 337 1307598 kebebasan-pers-masih-jadi-ancaman-di-indonesia-OlInXAOfQ2.jpg Foto: Okezone
A A A

JAKARTA – Hari ini, Selasa (9/2/2016) Hari Pers Nasional (HPN) 2016 kembali diperingati. Meskipun, perayaan HPN telah diperingati selama 31 tahun dan sudah 18 tahun pasca tumbangnya rezim Soeharto, ancaman kebebasan pers masih menghantui Indonesia.

Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Suwarjono mengatakan, kebebasan pers belum bisa dinikmati penuh karena masih ada celah bagi siapa pun yang tidak suka dengan pemberitaan untuk melakukan berbagai cara hingga menempuh jalur pidana.

“Karena kebebasan pers di Indonesia masih mendapat ancaman, baik oleh negara, aparatur negara (polisi dan tentara), masyarakat, dan oleh berbagai macam kebijakan negara,” kata Suwarjono saat berbincang dengan Okezone beberapa waktu lalu.

Ancaman kebebasan pers muncul salah satunya dari tindakan kekerasan yang diterima wartawan atau jurnalis ketika melakukan peliputan hingga laporan mereka dimuat. Suwarjono menyampaikan bahwa pelaku kekerasan terbesar sepanjang 2015 ini adalah aparat kepolisian.

Menurutnya, polisi menjadi pelaku kekerasan terhadap wartawan yang tertinggi lantaran pihak kepolisian tidak pernah mengambil tindakan hukum yang menimbulkan efek jera terhadap anggota polri yang melakukan kekerasan terhadap para mereka pencari berita.

“Paling banter mereka (anggota polisi) hanya kena kode etik, sementara angkatan lain (AD, AL, dan AU), malah mereka lebih progresif. Kalau ada anggota yang melalukan kekerasan terhadap wartawan mereka akan dibawa ke pengadilan, hingga kena pasal UU Pers,” tutur dia.

Kemudian, Suwarjono menjelaskan, ancaman kebebasan pers juga datang dari negara dalam bentuk kebijakan, seperti hadirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Menurut dia, UU ITE ini yang digunakan sejumlah pihak untuk mempidanakan seseorang karena dituduh telah melakukan pencemaran nama baik.

“Nah ini juga mengancam kebebasan pers, karena UU ITE ini digunankan oleh orang-orang yang merasa dirugikan atas pemberitaan untuk menjerat para narasumber. Sekarang ini narsum sangat takut dan hati-hati karena polisi akan memproses orang-orang atau media karena pernyataan yang kritis dan pemberitaan yang kritis, di media oneline terutama,” ujarnya.

Sehingga tak terlalu berlebihan, jika Suwarjono menyebut, bahwa media pemberitaan berbasis online yang rentan untuk dilaporkan ke polisi dengan adanya pasal karet di UU ITE tentang pencemaran nama baik yang ancaman pidananya lima tahun. Sementara, di dalam KUHP ancaman pidana pencemaran nama baik hanya dua tahun.

“Ini ancaman serius bagi kebebasan pers, karena berpeluang membungkam suara kritis dan dapat dimanfaatkan siapapun termasuk kekuasaan untuk membatasi kebebasan pers. AJI dan koalisi kebebasan bereskpresi tengah mengajukan penghapusan pasal pidana ini (Pasal 27 ayat 3 UU ITE) ke DPR,” tegas pria yang juga merupakan Pemimpin Redaksi Suara.com.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(sus)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini