Share

BPPT Kembangkan Mi Sehat dari Sagu

Neneng Zubaidah, Koran SI · Rabu 25 Mei 2016 08:07 WIB
https: img.okezone.com content 2016 05 24 65 1396669 bppt-kembangkan-mi-sehat-dari-sagu-aMQ4Op8jhJ.jpg Foto: Ilustrasi (Dok.Okezone)

JAKARTA - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengembangkan mi berbahan sagu. Selain bisa mengurangi impor sagu, produk ini juga lebih bersahabat dengan saluran pencernaan, termasuk bagi penderita diabetes.

Perekayasa di Pusat Teknologi Agroindustri (PTA)-BPPT, Bambang Hariyanto menjelaskan, sagu memiliki kandungan karbohidrat yang sangat tinggi sehingga mi berbahan dasar sagu tidak memiliki efek negatif bagi usus.

"Sedangkan terigu kaya akan gizi lainnya, seperti protein dan lemak yang memiliki sifat mengembang," katanya di kantor BPPT, Jakarta, belum lama ini.

Bambang menerangkan, sagu juga diketahui mengandung resisten starch yang bertahan lama di usus dan dapat menjadi probiotik yang berguna untuk melancarkan pencernaan. Hal ini mematahkan keyakinan masyarakat bahwa mengonsumsi terlalu banyak mi dapat berbahaya bagi usus.

Dia menambahkan, mengonsumsi mi berbahan sagu secara rutin juga diyakini dapat menjaga kesehatan, terutama bagi penderita diabetes. Selain itu, dari segi keawetan pun jika disimpan dengan kadar air sama, mi berbahan sagu akan lebih tahan lama dibanding mi terigu.

Inovasi mi sagu juga dapat mengurangi impor. Menurut dia, Indonesia merupakan negara pengonsumsi mi terbesar kedua di dunia setelah Tionghoa. Pada 2008, nilai impor terigu Indonesia sudah mencapai Rp22,5 triliun.

"Jumlahnya akan terus meningkat karena tanaman gandum yang merupakan bahan baku terigu tidak dapat tumbuh di Indonesia," terangnya.

Bambang mengatakan, jika dimanfaatkan secara optimal sagu bisa menjadi komponen ketahanan pangan menggantikan padi, jagung, atau gandum. Bahkan, hasil penelitian BB Pascapanen menunjukkan pati sagu di Papua telah memenuhi SNI. Sayangnya, sagu yang menjadi bahan pangan utama di Maluku saat ini telah beralih ke beras. Hal tersebut terjadi lantaran konversi lahan, transmigran, dan juga stigma beras lebih bergengsi daripada sagu.

Pakar Sagu dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Hasyim Bintoro mengungkapkan, luasnya areal sagu di Indonesia yang melebihi dari 90 persen total luas area sagu di dunia, yaitu 5,5 juta hektare dari total 6,5 juta hektare area sagu di dunia.

"Tingginya produksi sagu daripada sumber pangan lain seharusnya menjadikan sagu sebagai komoditas ketahanan pangan nasional," tuturnya.

Saat ini, pengembangan sumber karbohidrat seperti padi dan jagung masih terkendala masalah luasan lahan yang sedikit, terutama di Pulau Jawa yang lahannya sudah banyak beralih fungsi. Selain itu, sumber karbohidrat lain sangat bergantung cuaca dan ekstra perhatian pada pemeliharaan. Sedang sagu bisa tumbuh liar di hutan Indonesia.

Sekelompok mahasiswa IPB dan Jepang memaparkan, sagu tanpa dipupuk bisa tetap menghasilkan pati sagu yang gizinya lebih baik dari padi dan lainnya. Kadar seratnya pun sangat tinggi sehingga pati sagu lama terlarut dan terserap sehingga memberikan rasa kenyang lebih lama. "Pati sagu juga tidak mengandung glutein, sehingga berpotensi sebagai pengganti gandum," terangnya.

Dia menjelaskan, bagi orang yang fanatik makan nasi, pati sagu ini apabila dicampur dengan tepung jagung bisa menjadi beras sagu. Beberapa keunggulan beras sagu adalah selain berbahan baku lokal, rendah kadar glikemik, kadar serat yang tinggi dan beras sagu ini juga bersifat organik tanpa pupuk maupun pestisida. (ira)

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini