Share

Suka-Duka Jadi Mahasiswa Perfilman

Iradhatie Wurinanda, · Minggu 29 Mei 2016 12:14 WIB
https: img.okezone.com content 2016 05 28 65 1400242 suka-duka-jadi-mahasiswa-perfilman-5KHE55dbO7.jpg UMN Screening menayangkan beberapa karya film animasi mahasiswa. (Foto: Dok. UMN)

JAKARTA – Memproduksi suatu karya film, baik fiksi maupun dokumenter, tentu tidak mudah. Tahap praproduksi, produksi, sampai pascaproduksi menjadi bagian yang memiliki kesulitan masing-masing. Namun bagi mahasiswa perfilman, hal tersebut sudah lumrah. Pasalnya beberapa mata kuliah, bahkan tugas Akhir, menuntut mereka menciptakan sebuah karya film.

Hal itu seperti dirasakan oleh salah satu mahasiswa Program Studi Film dan Televisi (FTV) Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bernama Renata Putri. Ia mengungkapkan sudah pernah membuat film dokumenter dan fiksi. Menurut dia, proses pembuatan kedua jenis film tersebut cukup menantang.

"Kalau film dokumenter harus bisa menciptakan skrip di lokasi. Di film dokumenter, kita tidak boleh memgatur subjek, karena itu akan terkesan palsu. Jadi apa yang subjek lakukan kita harus menunggu," ucap Renata di acara UMN Screen, di Goethe Haus Jakarta, baru-baru ini.

Sebelum memproduksi film dokumenter, seorang pembuat film harus mem uat riset terlebih dahulu. Renata mengatakan, untuk membuat film dokumenter berjudul 'Induk Tunggal' berdurasi 15 menit saja mereka membutuhkan waktu dua bulang untuk riset. Sedangkan waktu produksi sendiri membutuhkan waktu selama satu semester.

"Kami sampai mengikuti subjek dari pagi sampi malam. Kami lihat aktivitas dia, baru kami tahu hal unik apa dari subjek yang bisa diangkat. Ternyata di tengah jalan kami juga menemukan momen-momen yang menarik, padahal tidak direncanakan. Tapi yang susah itu memang cari momennya dan pendekatan ke subjek," paparnya.

Sementara teman satu tim Renata, Laras, mengungkapkan bahwa kesulitan memproduksk film fiksi adalah pada setting lokasi. Pasalnya, mereka harus men-setting sedemikian rupa agar lokasi sesuai apa yang ada di naskah. Belum lagi harus mengarahkan orang yang belum akrab di depan kamera.

"Perizinan lokasi juga sulit. Kadang kalau mau di tempat-tempat tertentu dilarang oleh satpam," ujarnya.

Terlepas dari itu, Laras menilai jika sudah passion maka kesulitan dalam memproduksi sebuah film tidak dijadikan sebagai beban. Dia juga bersyukur mendapat tim yang kompak sehingga sampai akhir proses pembuatan film bisa berjalan lancar.

"Walaupun dikejar deadline, tetap enjoy, karena memang suka sehingga rasa capek itu terbayar. Proses syuting lama, tetapi dibawa happy. Mungkin pernah ada rasa terbebani, apalagi kami satu kru, untungnya selalu ada hal yang membuat mood kembali," tukasnya. (ira)

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(rfa)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini