BANDUNG - Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat menerima 946 laporan kasus kekerasan dan penyimpangan seksual. Sebagian besar kasus itu merupakan kekerasan rumah tangga dan kekerasan seksual terhadap anak.
"78 kasus pada lima bulan awal tahun ini yang juga sebagian besarnya dua jenis kekerasan tersebut. Tren kekerasan baik rumah tangga maupun kekerasan seksual memang relatif meningkat dari tahun ke tahun," ujar Ketua P2TP2A Jawa Barat (Jabar), Netty Heryawan, Selasa (31/5/2016).
Ia mengungkapkan, respons pemerintah dengan ditandatanganinya Perppu Perlindungan Anak lebih berfokus pada kejadian di titik hilir. Padahal, efek kekerasan dan kejahatan seksual sangat besar. Korban harus menanggung aib sehingga mereka malu dan menghadapi masa depan suram.
(Baca Juga : Diduga Ada Korban Pemerkosaan Lain dari Oknum Guru di Mojokerto)
Menurut Netty, perppu tersebut baru berbicara tentang penegakan hukum, bukan pada pola pencegahan yang berada di titik hulu. Dia mengaku prihatin dengan pemilihan pemberatan hukuman itu.
“Kita harus berani mendekonstruksi apa yang terjadi di titik hulu. Kalau dirunut ke belakang, kembali lagi ke pola pengawasan dan pendidikan orangtua. Institusi keluarga yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak-anak, baik sebagai korban maupun pelaku. Ini darurat pengasuhan,” ujarnya.
Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
(erh)