Share

Evolusi Fashion Show dari Masa ke Masa, Menuju Era Keterbukaan non Eksklusif

Maria Amanda Inkiriwang, Okezone · Sabtu 22 Oktober 2016 10:25 WIB
https: img.okezone.com content 2016 10 22 194 1521707 evolusi-fashion-show-dari-masa-ke-masa-menuju-era-keterbukaan-non-eksklusif-VVtQHXvjXg.jpg Ilustrasi (foto: dailybeast)
A A A

SEMUA orang dari berbagai kalangan, kini bisa menikmati koleksi fashion item milik perancang busana. Bahkan di era digital, kemajuan internet dan perkembangan platform social media sangat membantu para perancang untuk menyebarluaskan hasil karyanya kepada khalayak. Terutama, rancangan busana yang memiliki desain unik dan catchy yang membuat para social media savvy ingin memotret dan memamerkannya di postingan media sosial mereka.

Jika kita tengok ke belakang perhelatan dunia fesyen sekira seabad yang lalu, begitu berbeda dengan dunia fesyen sekarang. Eksklusif dan elegan adalah ciri khas yang menggambarkan atmosfer ranah fesyen pada masa itu.

Fashion Show di Awal Abad 20, Tertutup dan Eksklusif

Pada akhir 1880-an dan awal 1900-an, para perancang busana selalu memperkenalkan busana terbaru mereka dengan bantuan para perempuan sebagai model. Pakaian yang dikenakan oleh para model biasanya difoto dan dipublikasikan ke media massa. Saat itu dunia fesyen memiliki kesan eksklusif dan hanya diperuntukkan bagi sejumlah kelompok tertentu saja, begitu ekslusif dan tertutup. Tidak sembarang orang dapat menikmati rancangan busana yang diperagakan oleh para model wanita.

Photo: Charles Dana Gibson/Library of Congress

Mengapa dibuat secara tertutup? Menurut Dejour, hal ini dilakukan untuk menghindari pihak kompetitor menjiplak karya sang perancang. Aturan soal penjiplakan atau pembajakan hak cipta menjadi isu utama bagi para desainer kala itu.

Memasuki abad ke-20, rancangan busana diperkenalkan dengan cara yang elegan, yaitu busana dipamerkan melalui model profesional yang biasa disebut 'mannequins'. Para klien yang hadir biasanya peminat fesyen dan pebisnis. Peragaan busana untuk para undangan diadakan secara eksklusif dan privat. Sementara mereka menikmati teh hangat dengan busana terbaik mereka, para model wanita berlenggok di antara tamu undangan. Tak semua orang bisa menikmati ini, hanya para tamu terhormat saja yang dapat menghadiri acara peragaan busana ini. Pada tahun 1908-1910, istilah 'fashion parade' kian dikenal, biasanya event ini berlangsung hampir 3 jam dan sering diulang dalam beberapa minggu.

Perancang tersohor di masa itu adalah Paul Poiret dan Lucile (Lady Duff-Gordon). Mereka berdua memiliki cara yang unik untuk menghidupkan event sosialita tersebut, yaitu bagaimana membangun emosi penonton melalui pagelaran busana yang berlangsung dengan durasi cukup lama.

Misalnya saja Lucile yang selalu memiliki deskripsi menarik mengenai rancangan busananya. Gaun-gaun ciptaannya seakan menuangkan emosi yang bertajuk 'Love in a Mist'. Sedangkan Poiret menghadirkan sensasi berbeda dari busana yang dirancangnya. Kostum spektakuler bertajuk 'Thousands and Second Night' ditampilkannya dalam sebuah pesta di malam hari dan menghidupkan nuansa sesuai tema yang dibuatnya.

Menurut laman Fashionista, pada tahun 1918, bisnis mode di Eropa kian berkembang. Mereka kerap mengadakan event fashion week paling tidak 2 kali dalam setahun. Perkembangan fesyen kala itu mulai memberi pengaruh hampir seluruh sektor industri fesyen di dunia, termasuk di Amerika Serikat. Namun saat itu, Fashion Week yang diadakan juga masih tergolong eksklusif dan sebatas permintaan klien saja.

Lagi-lagi dinamisnya dunia fesyen membuat Christian Dior berkreasi dengan koleksi terbarunya 'The New Look' pada tahun 1947 di sebuah venue serupa hotel. Tak hanya klien saja yang diundang, kelompok orang dari profesi lain pun turut serta menikmati lenggak-lenggok para model memeragakan busana karya Dior. Para penonton menyerbu kursi yang telah disediakan, sementara para wartawan dari media ternama justru menempati baris terdepan. Para pebisnis pun tak ketinggalan, mereka tersebar di penjuru ruangan untuk menonton parade fesyen Dior kala itu.

(foto: The New Look, Dior 1947)

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Pengaruh Audio Visual Terhadap Perkembangan Pagelaran Fashion Show

Seiring bergulirnya waktu, parade fesyen dibuat semakin hidup dengan adanya presentasi display dan musik yang menyertai model saat sedang berjalan di catwalk. Hal ini dimulai sejak tahun 1960-an. Parade fesyen yang dinamis dan modern selalu hadir seiring dengan perkembangan zaman, tentunya dibumbui dengan imajinasi dan kreativitas dari sang perancang.

Sebut saja parade lingerie Victoria's Secret yang dimulai dari Agustus 1995 hingga kini. Elegansi yang berbeda dipamerkan sesuai dengan konsep pagelaran tematik.

Menurut Marie Claire, indikasi kemajuan pagelaran fashion show dari waktu ke waktu adalah mulai adanya konsep dalam setiap pagelaran fashion show. Event yang semakin besar dan mewah, akan semakin baik. Seperti yang terjadi di tahun 1994. Event akbar diselenggarakan di Bryant Park, AS, yang terkenal dengan tenda putihnya. Belum lagi undangan eksklusif, selebriti papan atas, serta sponsor brand premium. Sedangkan sebelumnya, fashion show hanya diadakan di berbagai lokasi seperti hotel, galeri, klub malam, maupun restoran.

Internet dan Social Media Hadir Membuka Mata Dunia

Perkembangan fashion dalam  satu dekade, event fashion week di negeri Paman Sam kian terobsesi. Memang, tak hanya panggung catwalk saja yang menjadi sorotan, tetapi mereka yang menikmati event ini pun mengikuti gaya tematik dari suguhan parade fesyen tersebut. 

Selain para model yang berjalan di atas panggung dengan busana karya desainer, semua tamu yang hadir juga ingin menjadi spotlight. Mulai dari gaya unik yang mereka kenakan saat menonton fashion show, seakan ingin menjadi inspirator fashionista lainnya dalam berbusana. Ditambah lagi sosial media di era milenial ini, sorotan karya para desainer juga dapat dipublikasi tak hanya dari media konvensional saja, kekuatan media online termasuk sosial media, menjadi salah satu faktor popularitas sebuah brand fashion.

Zaman kian bergulir, kini sisi eksklusif parade fesyen bisa dinikmati hampir semua orang. Terutama para pecinta fesyen. Jika pada abad ke-19 kancah fesyen begitu tertutup, juga pemberitaan bersifat eksklusif hanya diperuntukkan bagi kalangan tertentu saja. Kini, pemberitaan mengenai fashion show terpapar baik di media cetak, elektronik, dan online. Sangat memudahkan banyak kalangan mengetahui lini terkini dalam perkembangan dunia mode. Termasuk para netizen yang dengan mudah mengunggah postingan ke media sosial mengenai parade busana yang telah dinikmatinya. 

Menurut Vogue, saat internet mulai berkembang pada tahun 1998, orang-orang sudah mulai dapat mengakses informasi dari berbagai belahan dunia. Termasuk informasi mengenai fesyen. Internet perlahan memengaruhi kancah fesyen. Pun, fesyen tak hanya terpatok di atas runway, tetapi juga di red carpet. Kehadiran seleb-seleb yang mulai aktif di sosial media, turut membantu perkembangan dunia fesyen.

Misalnya, Jennifer Lopez yang pada tahun 2000 berdiri di atas panggung Grammy Awards dengan menggunakan gaun Versace hijau dan mata publik menyoroti momen tersebut. Kemudian, Paris Hilton yang mulai eksis di tahun 2000 - 2005 dan aktif di dunia maya serta menarik perhatian para pecinta fesyen dan mengulik gaya fesyen pewaris jajaran hotel berbintang tersebut, lebih jauh. 

(foto: Vogue)

Akses internet yang tidak terbatas, membuat khalayak fashionista di seluruh dunia mengerti dan mengetahui informasi mengenai dunia fesyen. Berbeda dengan abad ke-19 dan awal abad 20, di mana fesyen adalah sebuah hal yang hanya dapat dinikmati kalangan elit dan memiliki nilai ekslusif yang tinggi. Apalagi, pemberitaan hanya sebatas media cetak. Kini, masyarakat bisa merasakan nuansa eksklusif panggung runway dengan cara yang inklusif, berkat kemudahan akses sosial media dan pagelaran fashion week yang lebih terbuka.

Tak hanya di Amerika atau Eropa, ketenaran fashion week di Indonesia menjadi daya tarik yang bergengsi bagi para fashionista. Event akbar dengan gairah tematik, kini mulai bisa dinikmati. Bahkan, eksklusivitas bisa dirasakan tak hanya oleh kalangan tertentu saja, semua kalangan yang ingin menikmati parade busana ini dipersilakan hadir. Jargon eksklusif dalam dunia fesyen seakan telah melebur seiring bergulirnya waktu.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini