KEBIJAKAN program pendidikan Dokter Layanan Primer (DLP) dari pemerintah menjadi poin yang perlu dikritisi dalam aksi damai yang dilakukan anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Senin (24/10/2016) di Jakarta. Seluruh dokter anggota IDI menolak program pendidikan tersebut karena dianggap mubazir.
Sebelumnya, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan kompetensi dokter terutama pada aspek promotif dan preventif. Pemerintah mewajibkan dokter untuk kembali menempuh program pendidikan DLP selama 3 tahun dengan biaya sekira Rp300 juta.
Disampaikan Prof. Dr. I. Oetama Marsis,Sp.OG, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) hal tersebut merupakan langkah mubazir. Pasalnya untuk memenuhi kompetensi dokter, Standart Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang selama ini berjalan sebenarnya dapat dikatakan cukup.
Saat ini dokter yang mendapat legalitas praktek sudah melewati sejumlah proses yang dimulai dengan menempuh program pendidikan sarjana kedokteran selama 4 tahun.
Kemudian harus melalui masa ko-asisten di klinik selama 2 tahun. Dilanjutkan masa pemahiran 1 tahun dan interensif selama 1 tahun. Setelah itu dokter berhak melakukan praktek di 3 tempat mandiri.
"Sudah mencapai tahap ini saja masa sekolah dokter harus menunggu 8 tahun. Lalu ditambah DLP 3 tahun jadi total 11 tahun. Untuk menjadi dokter siap pakai harus menunggu sampai 11 tahun, bagaimana memenuhi kebutuhan nasional?," ujarnya di kantor PB IDI, Menteng, Jakpus, belum lama ini.
Lebih lanjut, program pendidikan DLP juga dinilai hanya menghabiskan anggaran negara. Dalam perhitungan IDI, negara akan mengeluarkan uang Rp300 juta untuk satu orang dokter yang mengikuti program DLP.
"Bayangkan, berapa triliun dana untuk menyekolahkan sekira 110 ribu dokter yang sudah ada sekarang," kata dia.
Karena program DLP dinilai hanya menghabiskan waktu dan dana. Marsis mengatakan, lebih baik alihkan dana tersebut untuk perbaikan dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang kini belum maksimal.
"Dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Puskesmas, masih ada 10 persen yang belum terisi dokter. Alangkah baiknya dana tersebut dialokasikan untuk perbaikan kualitas pelayanan di FKTP atau puskesmas dan distribusi dokter di wilayah yang masih kosong," tukasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
(hel)