JAKARTA - Rapor PT Bank Central Asia Tbk (BCA) pada kuartal III-2016 terbilang cemerlang, dengan laba bersih yang meroket 13,2% menjadi Rp15,1 triliun. Akan tetapi tidak semua tidak semua kinerjanya positif.
Tercatat rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) BCA secara gross meningkat dari kuartal III-2015 0,7% menjadi 1,5%. Sementara NPL net juga meningkat dari 0,3% menjadi 0,4%.
Presiden Direktur BCA Jahja Setaatmadja mengatakan, peningkatan NPL tersebut disumbang dari kredit konsumer. Namun dirinya menegaskan debit konsumer tersebut kebanyakan hanya telat bayar.
"Keliatannya terjadi telat bayar, belum ada kendala untuk macet. Jadi biasanya bayar tanggal 1 jadi tanggal 5, jadi hanya telat bayar," tuturnya di Hotel Indonesia Kempinsky, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Namun Jahja menegaskan, dalam sembilan bulan pertama 2016 BCA telah membentuk tambahan biaya cadangan sebesar Rp3,1 triliun, guna mempertahankan kecukupan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan.
Sehingga, rasio cadangan terhadap total kredit bermasalah (provision) mencapai 201,0%. Sementara rasio kredit terhadap pendanaan (LFR) mencapai 77,3% dengan rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 21,5%.
"Jadi akhir tahun harusnya NPL itu flat tidak meningkat, mungkin di 1,5%. Tapi kita lihat juga dari total pertumbuhan kredit ke depan," imbuhnya.
Sementara outstanding portofolio kredit BCA mencapai Rp386,1 triliun. Di mana disumbang dari kredit konsumer sebesar Rp106,4 triliun, KPR Rp62,2 triliun, kredit kendaraan bermotor Rp34,6 triliun dan kartu kredit Rp9,7 triliun. Sementara kredit korporasi Rp133,3 triliun, sementara kredit komersial dan UKM sebesar Rp146,5 triliun.
Namun, BCA belum berencana untuk menurunkan suku bunga kredit mereka, meskipun Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuannya.
Menurut Jahja, sebenarnya butuh waktu bagi BI 7-day RR Rate untuk mempengaruhi suku bunga kredit perbankan. Pertama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga harus merespons dengan juga menurunkan suku bunganya.
Akan tetapi, penurunan bunga deposito juga akan membutuhkan waktu. Sebab pengenan bunga yang baru hanya akan diterapkan pada penempatan deposito baru.
"Karena penempatan lama tidak bisa dipotong. Jadi ada time gate-nya. Jadi tidak seperti cabe digigit langsung pedas, ini seperti lada lama-lama pedas. Waktunya bisa 1 bulan, 3 bulan bahkan 1 tahun," terangnya.
Selain itu, Jahja mengatakan dengan kondisi likuiditas yang ketat di pasar juga menambah hambatan penurunan bunga deposito. Sebab dengan likuiditas yang ketat para perbankan akan berani memberikan bunga deposito yang tinggi melebihi bunga yang dijamin LPS.
"Itu yang menyebabkan tidak serta-merta BI 7-day RR Rate turun likuiditas langsung menambah, kecuali ada suntikan likuiditas," tukasnya.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
(mrt)