Share

Mengenal HPV, Penyebab Kanker Serviks yang Ternyata Juga Bisa Menyerang Pria

Selasa 23 Januari 2018 10:45 WIB
$detail['images_title']
Ilustrasi

JAKARTA - Setiap satu jam, 1 - 2 perempuan meninggal karena kanker serviks. Vaksin HPV menjadi solusi menekan angka kasus kanker mematikan tersebut. Sayangnya, di Indonesia program vaksin ini belum optimal.

Selama ini pemeriksaan IVA atau pap smear dianggap sebagai upaya skrining atau deteksi dini kanker serviks yang efektif. Namun pada kenyataannya, skrining atau deteksi dini kanker serviks dengan tes pap smear dan IVA tidak dapat mencegah kanker serviks menyerang kaum hawa.

Terlebih, dewasa ini cakupan deteksi dini kanker serviks baru 11%, yaitu 4% dengan IVA dan 9% dengan pap smear. Jadi, jika mengandalkan dua tes tersebut, sulit untuk menurunkan insiden kanker serviks.

“Satu-satunya cara mencegah kanker serviks menggerogoti tubuh adalah dengan menjalani vaksin HPV,” ujar Prof dr Andrijono SpOG(K), Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), dalam diskusi bertema “Mendorong Vaksin Human Pappiloma Virus (HPV) sebagai Program Vaksinasi Nasional di Jakarta” pada Jumat (19/1).

Data di RSCM/FKUI menunjukkan, untuk setiap 1.000 perempuan yang menjalani skrining kanker serviks, 1,3 pasien positif kanker serviks. Jika diperluas ke seluruh Indonesia, dengan melihat komposisi jumlah penduduk perempuan, diperkirakan ada 70.000 penderita kanker serviks di Indonesia. Problem klasik di Indonesia, kanker serviks kebanyakan terdeteksi di stadium lanjut, di mana 94% akan meninggal dalam dua tahun.

Setiap satu jam, 1-2 perempuan meninggal karena kanker serviks. Selain proresivitas penyakit, daftar tunggu pengobatan yang sangat panjang, terutama di daerah, juga meningkatkan angka kematian. Vaksinasi HPV untuk mencegah kanker serviks belum menjadi program nasional. Baru sebagian kecil wilayah yang sudah melakukan, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.

Di negara-negara yang sudah menjalankan program vaksin HPV secara nasional, kejadian kanker serviks secara signifikan turun. Sebut saja di Australia turun 50% setelah menjalankan program ini selama 10 tahun. Bahkan, di Kanada dan Swedia, angka kejadian kanker serviks turun 80%-84%.

Irma Chaniago, anggota Komisi IX DPR-RI Komisi IX, sangat aktif mendorong agar vaksin HPV dijadikan program nasional. Menurutnya, tahun 2015, Komisi IX mengadakan rapat dengar pendapat dengan Menteri Kesehatan Nila Moeloek. Dari pertemuan itu, Komisi IX sudah mengusulkan perlunya vaksinasi HPV untuk menjadi program nasional, di mana semua fraksi setuju.

“Biaya untuk program nasional tidaklah sebanding dengan dampak penyakit yang ditimbulkan,” ujar Irma. Komisi IX melihat program kesehatan Kemenkes tidak ada perubahan dari tahun ke tahun. Perlu dibuat terobosan program, antara lain memulai program vaksinasi HPV.

Pilot project yang sudah dilakukan di tiga kota, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, perlu diperluas ke wilayah lain. “Setelah 2019, diharapkan vaksin HPV sudah menjadi program nasional,” tandasnya. Menurutnya, hal ini juga mendesak untuk dilakukan.

Sebab, keadaan di daerah rata-rata belum memiliki alat kemoterapi, bahkan rumah sakit regional rujukan tidak memiliki fasilitas kemoterapi. Ditambah, sosialisasi kanker serviks tidak sekuat program Kemenkes lain.

Irma menilai pemerintah belum menjadikan vaksinasi HPV sebagai prioritas karena beranggapan bahwa kanker serviks bukan wabah. Adapun pilot project vaksin HPV yang sudah dijalankan saat ini yaitu menggunakan vaksin quadrivalen. Dari pilot project yang sudah dilakukan, tidak ditemukan keluhan efek samping.

Proses terjadinya kanker serviks diawali dengan infeksi HPV. Masalahnya, infeksi HPV tidak menimbulkan gejala. Data Litbangkes Kemenkes menunjukkan bahwa insiden infeksi HPV di Indonesia mencapai 5,2% atau ada satu kasus per 20 orang. HPV akan memenetrasi sel-sel serviks.

Kabar baiknya, 70-80 persen infeksi HPV akan sembuh dengan sendirinya jika daya tahan tubuh bagus. Hanya 4%-5% infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker. Perjalanan setelah infeksi adalah lesi prakanker dan kanker. Pap smear dan IVA umumnya menemukan kelainan di tahap prakanker.

Jika ada 2 juta anak perempuan usia 10 tahun dan diperkirakan harga sekali suntik USD6, hanya dibutuhkan Rp320 miliar setahun dengan efektivitas vaksin mendekati 100%.

Menurut data Globocan yang dirilis WHO/ICO Information Centre on HPV and Cervical Cancer tahun 2012, ada satu wanita Indonesia meninggal dalam satu jam setiap harinya karena kanker serviks dan diprediksi terdapat 58 kasus baru setiap harinya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

HPV Juga Serang Pria

Ada ratusan tipe Human Pappiloma Virus (HPV). Namun, hanya 19 tipe yang menyebabkan kanker dan tipe tersering penyebab kanker adalah HPV tipe 16, 18, dan 52.

Ketiganya bisa menyebabkan kanker secara tunggal, artinya tidak disertai infeksi tipe lain. Selain pada perempuan, infeksi HPV juga dapat menyebabkan kanker pada pria. Pada kaum adam, virus HPV akan berkembang menjadi kanker penis, anus, dubur, dan kanker laring.

Maka itu, di luar negeri, vaksin HPV juga diberikan kepada pria. Prof dr Andrijono SpOG(K), Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), dalam acara diskusi bertema “Mendorong Vaksin Human Pappiloma Virus (HPV) sebagai Program Vaksinasi Nasional” di Jakarta beberapa waktu lalu, mengatakan, infeksi HPV tidak ada obatnya sehingga langkah paling efektif adalah vaksinasi HPV.

“Vaksin HPV sangat aman karena dibuat dari cangkang virus sebagai zat aktif vaksin sehingga tidak berbahaya. Begitu disuntikkan, akan terbentuk antibodi yang menyebar melalui darah ke seluruh jaringan, termasuk serviks/leher rahim,” beber Prof Andrijono.

Vaksin HPV diberikan pada anak perempuan usia 9-14 tahun dengan dua dosis. Sedangkan, pada perempuan dewasa berusia 14-44 tahun, vaksin diberikan sebanyak tiga dosis (bulan 0, bulan 2, dan enam bulan). Untuk program nasional dan pilot project yang telah dijalankan, vaksin diberikan pada anak kelas 5 SD.

“Pernikahan di bawah umur masih tinggi di Indonesia. Jadi, dikejar sebelum seorang anak remaja menikah (aktif secara seksual),” ungkapnya. Biaya untuk program nasional kanker serviks dipandang jauh lebih murah dibandingkan biaya pengobatan kanker serviks. (koran sindo)

1
2