Share

5 Fakta Gizi Buruk di Asmat yang Mencengangkan

Dewi Kania, Jurnalis · Kamis 25 Januari 2018 16:00 WIB
$detail['images_title']
Menkes Nila tinjau penanganan gizi buruk di Asmat (Foto: Antara)

STATUS kejadian luar biasa (KLB) yang menyorit gizi buruk di Asmat, Papua mewarnai Hari Gizi Nasional 2018. Ada banyak fakta yang harus diketahui, agar Anda ikut mencegah terjadinya kasus serupa di daerah lain.

Persoalan gizi buruk di hampir semua distrik Kabupaten Asmat sudah terjadi sejak September 2017 lalu. Namun, awal bulan ini, Presiden Joko Widodo mengabarkan kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Sejak saat itu, pemerintah perlahan-lahan menuntaskan masalah yang membawa dampak kematian pada balita. Karena karena gizi buruk, anak-anak di sana sangat mudah mengalami wabah campak yang mengancam nyawa.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat dr Anung Sugihantono MKes membeberkan lima fakta status gizi buruk di Asmat yang tengah ramai diperbincangkan. Simak rangkumannya berikut ini, ditulis Okezone, Kamis (25/1/2018).

Sanitasi buruk

Kondisi lingkungan di Asmat sangat berkaitan dengan hutan liar atau bahkan bukit yang sulit dijangkau. Pemerintah mengakui, kondisi sanitasi di sana sangat buruk, karena tidak higienis. Masih banyak orang yang buang air besar sembarangan dan terbiasa tidak cuci tangan pakai sabun, Hal ini memperburuk kejadian gizi buruk yang menimpa anak-anak balita di sana umumnya.

"Air di sana masih kotor, maka diupayakan membuat sumur bor dan penampungan air hujan yang layak jadi solusinya," kata Anung.

(Baca Juga: Warga DKI Jakarta Masih Banyak yang Kurang Mengerti Gizi, Apa yang Salah?)

Kurang paham dengan gizi seimbang

Setiap orang disarankan untuk mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, lalu diolah dengan benar. Asupan paling penting yakni sumber protein, seperti ikan. Di kawasan Asmat sebenarnya tersedia beragam jenis ikan laut segar nan sehat. Makanan tersebut bisa dikonsumsi setiap hari, tapi sayang masyarakat lebih memilih sumber makanan yang lain. Seperti kita tahu, asupan ikan sangat baik dikonsumsi oleh semua kalangan orang, terpenting yakni anak-anak.

Tidak terbiasa cuci tangan pakai sabun

Cuci tangan pakai sabun merupakan kebiasaan penting yang bisa mencegah segala wabah penyakit. Sayangnya, penduduk di Asmat belum terbiasa dengan hal itu. Edukasi ini wajib dilakukan, terutama kalangan anak-anak. Mereka semua harus membiasakan diri cuci tangan pakai sabun, ditambah dengan air bersih. Namun sayang, akses air bersih di sana cukup minim, sehingga orang jadi malas melakukannya.

Kurang edukasi

Tak banyak tenaga kesehatan yang menyentuh penduduk di Asmat untuk menyejahterakannya, Kurangnya edukasi tentang pemantauan status gizi tentu masih minim. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah berupaya menuntaskan masalah gizi buruk di Asmat dengan mengubah kebiasaan. Salah satu caranya yakni mengumpulkan mereka di uskup dan didekati oleh pemuka agama setempat yang lebih dipercaya.

(Baca Juga:  906.000 Balita di Indonesia Alami Gizi Buruk!)

Aksesibilitas

Lingkungan geografis di Asmat berpengaruh pada sulitnya aksesibilitas, terutama transportasi untuk mengirim barang-barang logistik. Hal ini sangat ikeluhkan oleh pemerintah, sehingga membuat penanganannya sedikit terhambat. Sejak awal terjadinya gizi buruk tiga bulan lalu, pemerintah pusat sudah turun tangan untuk menuntaskan masalah ini.

"Pemerintah menyumbangkan 1.2 ton makanan tambahan, 1.100 viel vaksin campak, serta mengirimkan tenaga ahli untuk menangani kasus ini," tutupnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(hel)