Share

Cara Sederhana untuk Tingkatkan Daya Ingat

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis · Rabu 28 Februari 2018 13:05 WIB
$detail['images_title']
Ilustrasi

Ketika berusaha mengingat informasi baru, mudah bagi kita untuk berasumsi bahwa semakin banyak usaha untuk menghafal, semakin baik. Namun istirahat sesekali – tanpa melakukan apapun – mungkin hal yang Anda butuhkan.

Redupkan lampu, duduk bersandar, dan nikmati kontemplasi yang tenang selama 10-15 menit, dan Anda akan merasakan bahwa ingatan tentang informasi yang baru Anda pelajari jauh lebih baik daripada jika Anda berusaha mengisi momen tersebut secara lebih produktif.

Meskipun sudah lumrah diketahui bahwa proses belajar memerlukan sesi istirahat, riset terbaru menunjukkan bahwa kita juga memerlukan "gangguan minimal" selama sesi ini—dengan sengaja menghindari aktivitas apapun yang dapat mengganggu pembentukan memori.

Jadi jangan mengerjakan tugas, mengecek ponsel, atau berselancar di internet. Anda perlu sungguh-sungguh memberi otak Anda kesempatan untuk 'mengisi daya' sampai penuh, tanpa gangguan.

Alasan untuk tidak melakukan apapun sekilas terasa seperti teknik jembatan keledai yang sempurna bagi si pemalas, tapi penemuan ini juga bisa membantu penderita amnesia dan beberapa bentuk demensia. Itu karena penemuan ini menunjukkan cara baru untuk mengungkap kapasitas terpendam untuk belajar dan mengingat yang tidak dikenali sebelumnya.

Manfaat momen istirahat tanpa gangguan bagi memori pertama kali didokumentasikan pada tahun 1900 oleh psikolog Jerman Georg Elias Muller dan muridnya Alfons Pilzecker.

Dalam salah satu dari banyak eksperimen tentang konsolidasi memori, Muller ;dan Pilzecker pertama-tama meminta partisipan untuk mempelajari suatu daftar kata-kata tak bermakna. Setelah periode belajar yang singkat, sebagian dari kelompok partisipan langsung diberi daftar kedua untuk dipelajari - sedangkan sisanya diizinkan istirahat selama enam menit sebelum melanjutkan.

Ketika diuji satu-setengah jam kemudian, kedua kelompok tersebut menunjukkan pola mengingat yang sangat berbeda. Partisipan yang diberi waktu untuk istirahat mengingat hampir 50% dalam daftar mereka, sedangkan kelompok yang tidak istirahat hanya mengingat rata-rata 28%. Temuan ini menunjukkan bahwa ingatan akan informasi baru sangat rapuh sesaat setelah 'direkam', membuatnya lebih rawan terhadap gangguan dari informasi yang lebih baru.

Meskipun banyak psikolog lain sesekali mengutip temuan ini, baru pada awal tahun 2000-an implikasinya yang lebih luas mulai diketahui; berkat studi Sergio Della Sala dari Universitas Edinburgh dan Nelson Cowan dari Universitas Missouri.

Kedua ilmuwan itu tertarik untuk menentukan apakah mengurangi interferensi akan memperbaiki memori orang yang menderita kerusakan saraf, seperti stroke. Dengan menggunakan metode yang serupa dengan penelitian awal Muller dan Pilzecker, Della Sala dan Cowan memberi partisipan daftar berisi 15 kata dan menguji mereka 10 menit kemudian.

Pada sebagian percobaan, partisipan dibuat sibuk dengan sejumlah tes kognitif standar; pada percobaan lainnya, mereka diminta untuk berbaring di ruangan yang agak gelap dan berusaha untuk tidak tertidur.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Dampak gangguan minimal ternyata lebih besar dari yang dikira sebelumnya. Meskipun dua pasien dengan amnesia yang paling parah tidak menunjukkan perbaikan, pasien lainnya berhasil mengingat tiga kali lipat jumlah kata dari sebelumnya dari 14% menjadi 49%, yang membuat mereka setara dengan orang sehat tanpa kerusakan syaraf.

Hasil percobaan selanjutnya lebih mengagumkan lagi. Partisipan diminta mendengarkan beberapa cerita dan menjawab pertanyaan satu jam kemudian. Tanpa kesempatan untuk istirahat, mereka hanya bisa mengingat 7% informasi di dalam cerita; dengan istirahat, angka ini melonjak ke 79% - peningkatan sebelas kali lipat dalam informasi yang mereka ingat.

Para peneliti juga menemukan manfaat serupa, meski kurang mencolok, pada partisipan yang sehat di setiap percobaan, dengan peningkatan daya ingat antara 10% sampai 30%.

Mantan mahasiswa Della Sala dan Cowan, Michaela Dewar di Universitas Heriot-Watt, kini memimpin sejumlah penelitian lanjutan, yang mengulang temuan tersebut di banyak konteks berbeda.

Pada partisipan yang sehat, misalnya, mereka menemukan bahwa istirahat dalam periode singkat juga dapat meningkatkan memori spasial—membantu partisipan mengingat lokasi objek yang berbeda dalam lingkungan realitas virtual.

Yang terpenting, kemampuan mengingat ini bertahan satu minggu setelah percobaan, dan tampaknya efeknya sama bagi anak muda maupun orang tua. Dan selain para penyintas stroke, para ilmuwan juga menemukan keuntungan serupa bagi orang yang mengidap penyakit Alzheimer ringan.

Pada setiap percobaan, para peneliti hanya meminta partisipan duduk di ruangan yang redup dan hening, tanpa ponsel atau distraksi serupa. "Kami tidak memberi mereka instruksi spesifik tentang apa yang mereka harus atau tidak harus lakukan selama istirahat," kata Dewar. "Tapi kuesioner yang mereka isi pada akhir eksperimen menunjukkan bahwa kebanyakan orang hanya membiarkan pikirannya keluyuran."

Bahkan di saat itu, kita perlu berhati-hati jangan sampai berusaha terlalu keras dalam melamun. Dalam satu studi, contohnya, partisipan diminta membayangkan kejadian di masa lalu atau masa depan selama periode istirahat, yang ternyata mengurangi kemampuan mengingat mereka akan materi yang baru dihafal. Jadi mungkin sebaiknya kita menghindari segala aktivitas mental yang berat selama rehat.

Mekanisme pastinya belum diketahui, meski beberapa petunjuk mulai muncul dari pemahaman tentang pembentukan memori yang terus berkembang. Telah menjadi anggapan yang diterima secara luas saat ini, bahwa ketika memori baru direkam, ia melalui periode konsolidasi yang mengukuhkannya dalam penyimpanan jangka panjang.

Proses ini sebelumnya dikira terjadi selama waktu tidur, saat komunikasi antara hippocampus – bagian otak tempat memori pertama kali terbentuk – dan korteks mencapai puncaknya. Inilah proses yang membangun dan memperkuat koneksi syaraf baru yang penting untuk mengingat di kemudian waktu.

Aktivitas otak di malam hari ini bisa jadi adalah alasan kita sering menghafal dengan lebih baik jika melakukannya tepat sebelum tidur. Namun sejalan dengan penelitian Dewar, penelitian Lila Davachi di Universitas New York pada tahun 2010 menemukan bahwa proses tersebut terjadi tidak hanya saat tidur, dan aktivitas syaraf serupa juga terjadi selama periode istirahat sambil terjaga.

Dalam eksperimen Davachi, partisipan diminta menghafal pasangan-pasangan gambar – mencocokkan wajah dengan objek atau pemandangan – kemudian dibolehkan untuk berbaring dan melamun sebentar. Seperti sudah diduga, ia menemukan peningkatan komunikasi antara hippocampus dan wilayah korteks visual selama istirahat.

Yang terpenting, orang yang menunjukkan peningkatan terbesar dalam konektivitas antara dua area tersebut adalah mereka yang mengingat lebih banyak, ujarnya.

Mungkin otak memanfaatkan waktu istirahat untuk mengukuhkan apa yang baru dipelajari – dan mengurangi stimulasi tambahan pada waktu ini dapat melancarkan proses tersebut. Tampaknya, kerusakan syaraf dapat mengubah otak menjadi lebih rentan terhadap gangguan setelah mempelajari memori baru, yang menjelaskan kenapa periode istirahat terbukti mangkus terutama bagi penyintas stroke dan penderita penyakit Alzheimer.

Psikolog lainnya antusias terhadap penelitian ini. "Efeknya cukup konsisten dalam lintas studi, yang melibatkan berbagai eksperimen dan tugas memori. Ini sangat menarik," kata Aidan Horner di Universitas York.

Horner setuju bahwa temuan-temuan tersebut bisa menawarkan cara baru untuk membantu individu dengan gangguan ingatan untuk menjalani hidupnya.

Hak atas foto Getty Images

Image caption Menjadwalkan waktu istirahat secara rutin dapat membantu kita semua mempertahankan memori baru.

Meski dalam praktiknya, Horner mengakui bahwa mungkin sulit untuk menjadwalkan periode istirahat yang cukup untuk meningkatkan daya ingat secara keseluruhan; menurutnya teknik ini tetap bermanfaat untuk membantu pasien mengingat informasi baru yang penting – misalnya nama dan wajah pengasuh barunya.

"Mungkin periode singkat istirahat dari keadaan sadar setelah itu akan meningkatkan peluang mereka mengingat orang itu, dan karenanya merasa lebih nyaman bersama mereka ke depannya."

Dewar mengungkap bahwa ia kenal dengan seorang pasien yang tampaknya merasakan manfaat dari istirahat singkat dalam mengingat nama cucu-cucunya, meski kemudian ia menekankan bahwa ini cuma bukti anekdot.

Thomas Baguley di Universitas Nottingham Trent di UK juga optimis, kendati tetap berhati-hati. Ia mengatakan bahwa beberapa pasien Alzheimer telah disarankan untuk mencoba teknik idrak (mindfulness) demi mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

"Beberapa perawatan ini juga dapat mempromosikan teknik istirahat sadar, dan layak diteliti apakah teknik ini ampuh sebagian karena kurangnya interferensi," ujarnya, "meskipun akan sulit untuk diterapkan pada para pengidap demensia parah."

Melampaui manfaat klinis bagi para pasien ini, Beguley dan Horner setuju bahwa menjadwalkan periode istirahat yang rutin, tanpa distraksi, dapat membantu kita semua mengingat material baru sedikit lebih kuat. Bagaimanapun, bagi banyak siswa, perbaikan 10-30% yang tercatat dalam studi-studi ini dapat meningkatkan nilai mereka sebanyak satu-dua angka.

"Saya bayangkan Anda dapat menyertakan waktu istirahat selama 10-15 menit ini dalam periode revisi," kata Horner, "dan itu dapat menjadi cara untuk membuat sedikit peningkatan pada kemampuan mengingat Anda ke depannya."

Di zaman informasi yang berlebihan, perlu diingat bahwa ponsel kita bukan satu-satunya yang perlu diisi daya. Pikiran kita juga perlu.

1
4