Share

Mengenal Demam Keong, Penyakit Kuno yang hanya Ada di China, Jepang dan Indonesia

Agregasi Antara, Jurnalis · Kamis 01 Maret 2018 14:52 WIB
$detail['images_title']
Ilustrasi keong (Foto: NPR)

PALU – Penyakit Demam Keong belakangan merebak di Sulawesi Tengah. Kementerian Kesehatan pada 2017 mencatat ada 80 kasus dengan satu angka kematian. Seperti apa sebetulnya penyakit kuno yang hanya ada di tiga negara ini?

Schistosomiasis alias Demam Keong tergolong dalam penyakit tropis terabaikan. Kelompok penyakit ini memang bukan jenis yang banyak terjadi tetapi kasusnya ada sekalipun angkanya kecil.

Demam keong mengintai mereka yang banyak beraktivitas di persawahan atau memang berada di wilayah yang tergolong sebaran penyebab. Yaitu wilayah yang diketahui terdapat cacing Schistosoma Japonicum. Nah, cacing ini bisa menginfeksi manusia secara langsung atau bisa melalui keong atau hewan mamalia.

“Meskipun kasus ini hanya ada di Sulawesi Tengah, namun hewan ternak yang mungkin terkena virus dan dibawa ke luar wilayah, sehingga pemerintah berniat untuk menghilangkan kasus ini secara total dan memastikan bahwa Indonesia bebas dari demam keong, baik dari penyebaran masalah sampai dengan lokasi masalah yang sudah steril,” papar Menteri Kesehatan Nila Moeloek, beberapa waktu lalu.

Penularan Demam Keong terjadi melalui kontak langsung dengan air, dimana keong penular hidup di sana, yang membawa larva infektif cacing Schistosoma (serkaria). Untuk manusia, penyebarannya terjadi melalui mencuci, mandi, atau melewati air yang mengandung larva infektif serkaria. Larva yang berada di dalam air bisa menembus kulit manusia. Nah, kalau sudah begitu, larvanya akan berkembang menjadi cacing dewasa dan hidup di dalam tubuh manusia.

Untuk stadium awal terjadi perubahan kulit berupa gatal-gatal karena serkaria menembus kulit. Sementara untuk stadium akut yang dimulai sejak cacing dewasa betina bertelur, gejala yang timbul adalah demam, diare, berat badan berkurang drastis, dan gejala disentri. Perbesaran dan limfe dapat terjadi lebih dini pada stadium ini, juga berkembang menajdi ruam merah.

Kemudian pada stadium menahun kelainan atau tanda klinis yang terjadi adalah kerusakan hati atau sirosis hati, dan limfa. Kondisi ini membuat pasien menjadi sangat lemah. Bila tidak segera ditangani, pasien akan meninggal dunia.

Meski sudah positif pemicu penyakit ini adalah keong, namun belakangan beredar rumor bahwa penularan dapat terjadi melalui medium mengonsumsi daging hewan atau ikan dari daerah endemik. Akibatnya, banyak masyarakat enggan mengonsumsi daging sapi, kerbau, kambing dan ikan dari dari Dataran Lindu, Kabupaten Sigi atau dari Dataran Napu dan Bada di Kabupaten Poso. Selama ini, tiga dataran itu merupakan wilayah endemik keong schistosoma jamponium. Wilayah-wilayah itu berada di sekitar kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).

Peneliti muda dari Balai Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Dinas Kesehatan Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah Yunus Widjaja mengatakan sumber penyakit schistosomiasis bukan dari makanan. "Sumber penyakit yang dikenal dengan istilah demam keong itu sumbernya adalah cacing schistosma jamponium," tegasnya di Palu, Kamis (1/3/2018).

(Baca Juga: Melihat Jejak Telapak Kaki Pertama Nabi Adam di Srilanka)

Karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir jika mengonsumsi daging atau ikan yang berasal dari daerah endemik. Masyarakat, dia menegaskan, tidak perlu takut makan daging atau ikan yang berasal dari daerah itu, karena penyakit kuno yang hanya ada di tiga negara yakni Jepang, China dan Indonesia dan hanya ada di kawasan TNLL bersumber dari cacing schistosoma jamponium, bukan makanan. "Sama sekali bukan dari makanan, tetapi cacing schistosoma," tegasnya.

(Pesawat Transvia Terpaksa Lakukan Pendaratan Darurat karena Penumpangnya Tidak Berhenti Kentut)

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Informasi yang berkembang saat ini di masyarakat, bahwa penyakit tersebut berasal dari binatang seperti kerbau, anjing, sapi, kuda atau ikan. Akibatnya, orang menjadi takut jika mengkonsumsi daging kerbau atau ikan dari Danau Lindu karena beredar kabar bahwa penyakit demam keong berasal dari ternak atau ikan. "Silahkan konsumsi daging atau ikan, dipastikan aman," kata dia.

Beberapa waktu lalu, kata Yunus, pihaknya bersama Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu kembali melakukan survei fokus keong schistosoma di dalam kawasan TNLL. Selama ini, survei-survei keong hanya di sekitar kawasan TNLL, tetapi kali ini masuk dalam kawasan.

Khusus di Dataran Lindu, kata dia, berdasarkan hasil survei Litbang P2B2 Kabupaten Donggala bersama pihak Balai Besar TNLL terdapat 32 titik sebaran keong beracun tersebut.

Sebaran keong meliputi lima desa di Dataran Lindu yakni Desa Olu, Ancna, Tomado, Langko dan Puro'o. Semua fokus akan mendapatkan penanganan serius dari pemerintah pusat dan daerah. Pemberantasan akan dilakukan secara terpadu semua pihak terkait.

(Baca Juga: 5 Fakta Mengejutkan dari Penyakit Demam Keong)

Gubernur Sulteng, Longki Djanggola telah membentuk tim terpadu pengendalian dan pemberantasan penyakit schistosomiasis di Dataran Lindu, Napu dan Bada, wilayah yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lore Lindu.

Taman Nasional Lore Lindu sendiri ditetapkan sebagai cagar beosfer oleh UNESCO pada 1977. Luas kawasan TNLL berdasarkan data yang ada sekitar 217.000 hektare tersebar sebagian besar di wilayah administrasi Kabupaten Sigi dan sebagian lagi Kabupaten Poso.

1
2