HARI menjelang senja. Bau sampah membekap indera pencium. Sekelompok bocah masih asyik belajar, dibimbing seorang pengajar wanita berusia muda yang terlihat menciptakan suasana belajar menjadi santai dan bermakna. Raut ceria terpancar pada wajah anak-anak pemulung dari lintas umur itu. Laki-laki dan perempuan tak ada beda, mereka bercampur dalam belajar demi memupuk asa untuk meraih masa depan.
Maulidar Yusuf (27), nama pahlawan perempuan bagi anak-anak pemulung itu. Maulidar warga Lampulo, Kota Banda Aceh itu membuka kelas belajar bertujuan untuk membantu anak-anak pemulung dalam meraih cita-cita yang tertanam pada diri bocah-bocah malang tersebut. Dirinya menamakan kelas belajar dengan sebutan, Taman Edukasi Anak Pemulung, terletak di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Desa Kampung Jawa, Kecamatan Kuta Alam, Kota Banda Aceh.
Taman belajar itu sudah dibentuk Maulidar sejak dirinya masih kuliah. Bersama sang suami Aiyub Bustamam (30), saat itu ketika belum menikah tergabung dalam sebuah organisasi yang sama. Mereka merencanakan program dalam bidang sosial, yakni ingin membantu anak-anak pemulung yang ada di pinggiran ibukota Provinsi Aceh. Sebelum memulai kelas, terlebih dahulu Maulidar dan suaminya melakukan survei lokasi yang digunakan untuk menjalankan kegiatan belajar.
''Motivasinya peduli. Itu motivasi besar saya. Dengan melihat mereka yang merupakan calon generasi penerus mereka harus lebih baik dengan kondisi mereka saat ini,'' kata Maulidar saat dijumpai, Jumat 9 Maret 2018 sore.
Taman belajar itu sudah berdiri sejak 2012. Hingga berumur tujuh tahun taman belajar itu telah banyak menampung anak-anak pemulung dalam belajar. Dari anak-anak itu masih kecil hingga mereka tumbuh besar. Mulai anak yang duduk di bangku sekolah dasar hingga yang telah mencapai mengengah pertama.
Menekuni kegiatan itu, Maulidar tak sendiri. Selain didampingi suaminya, ia juga memiliki rekan relawan yang ikut membantu dalam menyukseskan taman belajar tersebut. Maulidar dan para relawan mempunyai harapan yang sama supaya anak-anak pemulung di Aceh itu bisa menatap masa depan yang lebih baik.
BACA JUGA:
Perempuan Bali Kuno Tidak Kenakan Bra sebagai Bukti Kejujuran, Penasaran Sejarahnya?
''Biar ada perubahan juga dengan kondisi keluarga mereka yang serba keterbatasan kita ingin membantu anak-anak ini dalam hal pendidikan mereka. Anak-anak ini ada yang sekolah ada juga yang tidak sekolah,'' ujarnya.
Dikatakan Maulidar, jadawal kegiatan taman edukasi anak pemulung itu berlangsung mulai setelah salat ashar hingga menjelang magrib. Untuk jadwalnya, Maulidar mengajar mulai Rabu hingga Minggu, sedangkan untuk Senin dan Selasa, kelas belajar diisi para relawan.
Bertahannya taman belajar itu hingga berusia tujuh tahun, katanya, tak lepas dari andil para relawan. Telah banyak relawan yang berasal dari latar belakang berbeda hadir di tengah anak-anak pemulung itu untuk mengajar dan bahkan memberi bantuan. Untuk bahan yang diajarkan, katanya, mulai dari ilmu agama, membaca, menulis, bahasa inggris, matermatika, ilmu pengetahuan alam, kesenian, dan ilmu lainnya yang patut untuk diajarkan.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya