Share

'Mati Suri'-nya Batik Tiga Negeri, Batik Buatan Warga Pecinan yang mulai Ditinggal Peminat

Tiara Putri, Okezone · Jum'at 23 Maret 2018 12:51 WIB
https: img.okezone.com content 2018 03 23 194 1876914 mati-suri-nya-batik-tiga-negeri-batik-buatan-warga-pecinan-yang-mulai-ditinggal-peminat-UxhzvpnWHF.jpg Batik tiga negeri (Foto:Pinterest)
A A A

BATIK merupakan salah satu warisan kebudayaan di Indonesia yang harus terus dijaga oleh Indonesia. Terlebih hasil karya seni itu telah diakui UNESCO. Masyarakat mengenal berbagai macam jenis batik berdasarkan cara pembuatannya. Mulai dari tulis, cetak, hingga printing.

Peralihan zaman membuat batik tulis kini semakin sulit ditemui karena jumlah produsennya kian menurun, terutama untuk motif batik kuno. Sekarang ini banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan batik motif modern dengan warna yang lebih cerah. Hal ini membuat salah satu jenis motif batik kuno yaitu batik tiga negeri terancam menghilang.

Batik tiga negeri merupakan perpaduan tiga daerah yaitu Lasem, Pekalongan, dan Solo. Warna yang digunakan pada kain batik memadukan warna pakeman Solo yaitu sogan dan indigo (unsur warna dari Pekalongan) serta unsur warna merah (getih pithik) dari Lasem. Dahulu kala banyak masyarakat pecinan yang membuat batik tersebut, jumlahnya hingga ratusan. Namun kini jumlahnya bisa dihitung. Belum lagi peminatnya tidak sebanyak dulu. Padahal, batik tiga negeri tergolong batik premium sehingga tak sedikit orang yang memilih memakainya termasuk untuk seserahan.

"Batik tiga negeri itu pada abad ke 20 sangat populer karena gengsi itu tadi sehingga produksinya sangat masif di mana-mana. Menurut keturunan pembuat batik tiga negeri, batik ini memang mempunyai langganan yang luar biasa besar. Tidak hanya di Jawa bahkan sampai di Indonesia timur kemudian sampai ke Sumatra, Sri Lanka, Myanmar, Asia Tenggara," ungkap Agni Malagina seorang peneliti budaya China saat ditemui dalam acara bincang sore "Napas Batik Tiga Negeri : Riwayat Kain Peranakan Cina dan Perkumpulan Rahasia" Kamis, 22 Maret 2018 di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat.

 BACA JUGA:

Konsumsi 5 Buah Ini agar Rambut Tumbuh Panjang Lebih Cepat

Agni, demikian ia disapa, tertarik mencari tahu tentang batik tiga negeri karena menganggapnya batik tersebut istimewa. Cerita yang diketahuinya mengenai proses pembuatan membuatnya jatuh cinta terhadap kain batik tiga negeri. Dari proses pencarian informasi yang dilakukannya, perempuan berambut pendek itu mengetahui bila produsen batik tiga negeri yang dahulunya terkenal yaitu Batik Tjoa telah berhenti produksi.

"Opa Tjoa, salah satu keturunannya mengatakan bila sekarang sudah tidak menemukan pembatik yang sehalus standar mereka. Daripada mereka malu, produksi batiknya dihentikan. Selain itu, beliau merasa sudah sepuh, usianya menjelang 70 tahun sehingga sudah mengalami kesulitan untuk membuatnya lagi," tambah Agni.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Batik tiga negeri Tjoa asal Solo pada awalnya diciptakan oleh Tjoa Giok Tjam pada 1910. Batik ini tercipta dari pengaruh corak budaya di Lasem. Pada motif kain batiknya ada bentuk liuk buketan bunga yang memiliki kemiripan dengan Lasem. Perpaduan motif itu terjadi karena Giok Tjiam berasal dari Lasem sedangkan istrinya yaitu Liem Netty berasal dari Solo.

Produksi ini berhenti di generasi ketiganya yaitu Tjoa Siang Swie. Pada 2014, dirinya memutuskan untuk menghentikan produksi batik tiga negeri. Alasannya seperti yang telah diungkapkan di atas. Begitu juga dengan sepupu-sepupunya dari kakek berbeda yang tidak lagi membuat batik tiga negeri. Sebelum ditutup, rumah batik milik Siang Swie masih memproduksi kurang lebih 750 kain batik tiga negeri yang dijual hingga ke Madura.

 BACA JUGA:

Puasa Senin-Kamis Ternyata Bisa Bikin Awet Muda

Pasar juga turut memengaruhi produksi batik tiga negeri. Hal itu turut dirasakan oleh produsen lainnya. Tidak banyak masyarakat yang masih memiliki ketertarikan dengan motif kuno. Kondisi itu tentunya berdampak pada semakin sedikitnya produsen batik tiga negeri.

"Kalau rumah produksi (batik tiga negeri) di Kota Pekalongan yang saya temui langsung ada 2 atau 3. Sedangkan di Kedung Wungi yang pecinan, yang tadinya ada sekitar hampir 200an itu keluarga semua di pecinan sekarang tinggal 2. Kemudian di Lasem dari sekian ratus begitu tahun ini yang Kota Tua yang pecinan itu tinggal 11 walaupun pegawainya banyak. Solo pembatik Tionghoa masih ada tapi enggak ada yang membuat batik tiga negeri sehingga mati," pungkas Agni.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini