Share

Jelajah Jailolo, Petualangan Seru Berburu Ulat Sagu di Alam Liar

Annisa Aprilia, Jurnalis · Rabu 02 Mei 2018 10:37 WIB
https: img.okezone.com content 2018 05 02 406 1893495 jelajah-jailolo-petualangan-seru-berburu-ulat-sagu-di-alam-liar-DEPbaEYgWQ.jpg Festival Jailolo (Foto: Annisa Aprilia/Okezone)

BENTUK ulat sagu dan informasi tentangnya mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Kendati demikian, belum semua orang pernah melihat, memegang, atau bahkan mencicipi langsung ulat sagu.

Di daerah-daerah Indonesia bagian timur, ulat sagu cukup mudah ditemui, karena pohon sagu banyak tumbuh di alamnya. Ulat sagu juga menjadi makanan khas daerah Indonesia bagian timur dan cukup banyak cara pengolahannya.

Baca juga: Resep Ikan Bakar Bumbu Kunyit untuk Makan Malam

Dalam rangkaian Festival Teluk Jailolo (FTJ) 2018, Okezone berkesempatan untuk menjelajahi Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, dan memburu ulat sagu, yang disebut sabeta dalam bahasa daerah setempat.

Untuk bisa memburu ulat sagu, harus menempuh perjalanan sekira satu jam dari pusat Jailolo ke Desa Bukubualawa di Gunung Manyasa yang artinya menyesal. Jalan menurun, menanjak, dan berkelok di Gunung Manyasa harus dilewati dengan hati-hati.

Kelokan dan tanjakan cukup ekstrem, butuh kemampuan menyetir tingkat tinggi, namun tenang saja, sebab jalanan menuju Desa Bukubualawa sudah bagus, walaupun masih ada beberapa titik yang berlubang. Di sepanjang perjalanan pula Anda bisa menyaksikan keseharian warga lokal Jailolo yang hidup berdampingan meski berbeda agama.

Selain itu, pemandangan alamnya pun tidak kalah memukau, karena Anda akan disuguhkan rimbunnya pepohonan, indahnya pegunungan dan nampak jelas Gunung Gamalama, Ternate, dari ketinggian. Kunjungi Desa Bukubualawa pada siang hari, maka Anda akan mendapatkan bonus pesona langit biru cerah tiada tara.

Baca juga: Ajaib! Rusa Ini Tetap Hidup Sekalipun Anak Panah Menembus Lehernya

Setelah tiba, sambutan penduduk Desa Bukubualawa begitu hangat. Rombongan langsung diarahkan ke kebun yang banyak tumbuh pohon sagu.

Beberapa bapak-bapak warga lokal mendampingi rombongan untuk memburu ulat sagu. Di Jailolo sendiri sabeta atau ulat sagu bisa dimakan langsung, atau dimasak dengan bumbu santan, disate, dan sambal rica.

"Pohonnya juga bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan, salah satu contohnya daun pohon sagu bisa untuk atap rumah," ujar Nursida, Kepala Bidang Pembangunan Kawasan Pedesaan Halmahera Barat, saat mendampingi rombongan di Desa Bukubualawa.

Pohon sagu yang ulatnya ingin diambil, menurut pemaparan Nursida, harus didiamkan selama seminggu atau bahkan sebulan hingga membusuk setelah ditebang. Cirinya, pohon sagu yang sudah membusuk biasanya mengeluarkan bau busuk yang cukup menyengat dan berbunyi jika diketok. Namun, sebelum ditebang, pastikan dulu pohon sagunya sudah tua.

"Pohon sudah setinggi sekira 5 meter, sudah tua, baru ditebang. Tapi, dibiarkan dulu seminggu atau sebulan, tunggu sampai busuk," imbuhnya.

Batang pohon sagu yang sudah didiamkan itu kemudian di belah-belah dan dicari ulat sagu atau sabetanya. Tapi, hanya ulat sagu yang masih hidup saja yang bisa diolah atau dimakan, sebab jika sudah terlalu lama hidup dalam batang sagu, ulat akan berubah menjadi kumbang berwarna hitam. "Sabeta dikumpulkan, lalu ditempatkan di dalam bambu kemudian diolah," pungkasnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(rzy)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini