Share

Rupiah Semakin Terpuruk, APBN 2018 Perlu Dirombak?

Giri Hartomo , Okezone · Rabu 23 Mei 2018 20:43 WIB
https: img.okezone.com content 2018 05 23 20 1901915 rupiah-semakin-terpuruk-apbn-2018-perlu-dirombak-47OiVGJ2jj.jpg Ilustrasi: Foto Shutterstock
A A A

JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih belum mengalami perbaikan. Hingga saat ini, nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS masih berada diatas Rp14.000 per USD.

Pengamat Ekonomi Indef Eko Kristyanto mengatakan, pemerintah perlu segera melakukan melakukan langkah cepat untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah. Salah satu cara yang paling tepat adalah melakukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

"Iya (pemerintah harus melakukan) APBNP," ujarnya saat ditemui di Jakarta, Rabu (23/5/2018).

 Rupiah Tak Berisiko Melemah ke Level Rp15.000 per Dolar AS

Menurut Eko, usulan APBNP tersebut dikarenakan semua rancangan yang ada saat ini terlalu ambisius dan optimistik. Salah satu contohnya adalah ada pada harga minyak.

Dalam APBN 2018, pemerintah mematok harga acuan minyak mentah Indonesia adalah USD48 per barel. Sedangkan saat ini, harga minyak mentah dunia sudah berada diangka USD80 per barel.

Karena dengan harga minyak mentah dunia yang naik maka kebutuhan mata uang dolar semakin tinggi dan berpengaruh dengan menguatnya nilai mata uang dolar terhadap rupiah. Apalagi Pertamina dan PLN masih butuh minyak impor untuk keberlanjutan bisnisnya.

"Kalau saya jadi vendor Kementerian/Pemerintah kalau dulu anda menganggarkam segini minyaknya USD48 juta sekarang saya yakin kalau nekat-nekatan per unit cost beda dibeli dengan harga beda," kata Eko.

Belum lagi, neraca perdagangan pada bulan April lalu saja Indonesia mengalami defisit. Tentunya hal tersebut sangat berbahaya jika terus mempertahankan APBN yang ada saat ini.

"Sekarang optimis itu redup seolah Rupiah hanya menjadi persoalan bank sentral. Padahal mereka tahu neraca perdagangan defisit, defisit APBN terhadap harga minyak. Kalau antisipasi paling riil ya menyesuaikan saja," jelasnya.

 

Alasan lainnya adalah, kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan Bank Indonesia (BI) juga belum cukup untuk menstabilkan Rupiah. Karena menurutnya, bayang-bayang kenaikan suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika masih mengancam.

Karena jika di head to head-kan, maka investor masih akan jauh memilih untuk berinvestasi di Amerika. Sedangkan jika Bank Indonesia menaikan suku bunga terlalu tinggi maka pasar akan mengira jika BI mengalami kepanikan.

"BI rate enggak mempan, cadangan devisa sudah menipis. kalau dari sisi moneter cukup kuat dan potensi pasar kita cukup gede, " jelasnya

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(kmj)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini