Share

Sertifikat Gedung Dicabut jika Gunakan Air Tanah Berlebihan

Koran SINDO , Jurnalis · Jum'at 13 Juli 2018 10:48 WIB
https: img.okezone.com content 2018 07 13 470 1921812 sertifikat-gedung-dicabut-jika-gunakan-air-tanah-berlebihan-TQTzo7IEX9.jpg Perkantoran (Ilustrasi: Shutterstock)
A A A

JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta akan membekukan operasional gedung atau bangunan industri yang kedapatan menggunakan air tanah berlebihan. Saat ini 40% wilayah DKI Jakarta berada di bawah permukaan laut.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, salah satu permasalahan utama di Jakarta adalah penggunaan air tanah. Menurut dia, hampir semua permukiman, gedung perkantoran, hingga kawasan industri menggunakan air tanah.

1,62 Juta Meter Persegi Jakarta Suplai Ruang Perkantoran 2018-2019 

Padahal, kata Anies, permukaan tanah di Jakarta mengalami penurunan sekitar 7,5 cm. Bahkan di beberapa wilayah, penurunannya sampai 17 cm per tahun. “Secara keseluruhan penurunan hampir 40% di area Jakarta ini di bawah permukaan air laut,” katanya usai bertemu dengan sejumlah pakar dari berbagai negara di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Anies menjelaskan, pemeriksaan penggunaan air tanah, pengolahan limbah, dan penyediaan sumur resapan adalah bagian dari cara mengembalikan kesadaran bahwa air yang digunakan harus dikembalikan ke tanah. Sebab, apabila terus mengandalkan mekanisme pengawasan untuk menjaga penggunaan air tanah agar tidak berlebihan itu sangat sulit.

Baca Juga: Jumlah Kantor di Jakarta Bertambah, Tapi Permintaan Turun

Namun, apabila dalam pengawasan gedung dan bangunan industri yang dilakukan terdapat pelanggaran dan tidak mau melakukan perbaikan, pihaknya tidak akan segan-segan mencabut sertifikat layak fungsi (SLF).

Akibatnya, gedung perkantoran atau bangunan industri itu tidak bisa mendapatkan asuransi dan tidak bisa digunakan. “Kita membutuhkan kesadaran bahwa air sekarang ini di Jakarta termasuk kritis sekali. Kita semua harus mulai mengurangi penggunaan air sumur,” katanya.

1,62 Juta Meter Persegi Jakarta Suplai Ruang Perkantoran 2018-2019 

Untuk pengawasan air tanah di perumahan, Anies menyebut, sama halnya dengan pengawasan di gedung dan bangunan industri. Bedanya, dalam pengawasan di perumahan lebih kepada sosialisasi bagaimana menggunakan air. Tidak hanya itu, karakteristik perumahan pun sangat bervariasi sehingga memerlukan pengawas yang begitu banyak.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Dia mengaku akan melibatkan peran RT/RW untuk mengawasi dan mengembalikan kesadaran warga perumahan dalam menggunakan air tanah.

“Sifatnya nanti lebih kepada penyuluhan bagaimana cara mendapatkan air, menggunakan, dan membuangnya. Jadi, ketika mau berubah, warga sudah dapat memahaminya. Kita beri sanksi sesuai aturan, tapi jangan mengira akan di biarkan. Pasti dapat sanksi,” tegasnya.

Pameran Konstruksi Bangunan Gedung Perkantoran

Kepala Dinas Cipta Karya, Penataan Kota, dan Pertanahan Pemprov DKI Benny Agus Chan dra memberikan waktu hingga akhir Juli bagi para pemilik gedung perkantoran di Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin membenahi sumur resapan dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan pada 80 gedung perkantoran di kawasan Sudirman-Thamrin pada Maret lalu, sedikitnya ada lima gedung yang belum merespons rekomendasi perbaikan. Di antaranya, Sinar Mas, Sampoerna, Plaza Sentral, Davinci, dan Wisma Kosgoro.

1,62 Juta Meter Persegi Jakarta Suplai Ruang Perkantoran 2018-2019

“Kami sudah berikan surat peringatan kedua. Segera memberikan rencana pembenahan sumur resapan dan IPAL sebelum akhir bulan ini. Kalau tidak ada progres, ya kita cabut SLF-nya,” tegasnya. Pakar kebijakan publik UGM Satria Imawan mengatakan, Pemprov DKI perlu tegas terkait penggunaan air tanah.

Dia menyarankan DKI tidak boleh ragu membawa pelanggar ke meja hijau untuk memberikan efek jera jika memang regulasi penggunaan air tanah yang ada ditabrak dan tidak dipatuhi.

“Regulasi itu kan berguna untuk mengevaluasi jalannya di lapangan. Ketika implementasinya tidak sesuai dengan regulasi atau melanggar, ya semestinya dihukum. Inspeksi itu tidak percuma, tapi jadi percuma kalau regulasinya tidak di tegakkan ke jalur hukum,” katanya.

(Bima Setiyadi)

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini