JAKARTA - Kajian tentang pembangunan kota berkelanjutan menjadi isu strategis dalam Kongres United Cities and Local Governments Asia-Pacific atau UCLG Aspac VII pada 12-15 September di Surabaya, Jawa Timur. Tema yang di angkat adalah “Pembangunan Berbasis Inovasi Menuju Kota Berkelanjutan”.
Pemilihan tema ini tidak bisa terpisah dengan tantangan sejumlah kepala daerah pemenang pilkada serentak. Persoalan pembangunan daerah ke depan semakin kompleks, tidak saja menyatukan sinergi dan harmoni, tapi juga bagaimana proses pembangunan daerah bebas dari ancaman korupsi. Tata ruang merupakan salah satu nadi yang mendukung pembangunan perkotaan dan harmoni berkehidupan. Ironisnya, tidak banyak yang peduli terhadap tata ruang. Argumen yang mendasari adalah masih tak acuhnya publik terhadap tata ruang.
Bahkan ada sejumlah fakta yang menguatkan pengebirian pembangunan tata ruang dengan menggadaikan fungsi peruntukan lainnya, terutama untuk kepentingan ekonomi bisnis. Akibatnya karut-marut peruntukan lahan terjadi di sejumlah daerah yang kemudian ini berdampak negatif terhadap harmoni kehidupan, termasuk juga implikasinya terhadap ancaman manajemen lingkungan. Salah satu dampaknya adalah kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan serta longsor.
Salah dalam memahami tata ruang dan manajemen lingkungan, ancaman bencana menjadi implikasi dari pengabaian tersebut. Hal ini secara tidak langsung menegaskan bahwa banjir dan longsor adalah momentum melakukan kaji ulang terhadap semua perizinan sehingga tidak terjadi lagi pengalihan lahan demi kepentingan ekonomi bisnis semata, tetapi mengabaikan sinergi dan harmoni dengan yang lain sehingga berakibat hancurnya manajemen lingkungan secara berkelanjutan.
Padahal UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi dasar untuk pengelolaan tata ruang secara nasional yang kini telah 11 tahun berlaku. Implikasi UU ini memberi dampak turunan terhadap sejumlah peraturan di bawahnya, termasuk misalnya tentang tata ruang wilayah karena justru dari sinilah dapat di cegah kerusakan lingkungan. Di sisi lain tata ruang juga menjadi muara dari terjalinnya sinergi-harmoni sosial. Urgensi tata ruang dan komitmen terhadap sinergi-harmoni berkehidupan sosial mengharuskan pemerintah pusat dan daerah konsisten menegakkan regulasi tata ruang karena sering terjadi tata ruang justru diplesetkan menjadi tata uang.
Argumen yang mendasari adalah banyaknya terjadi peralihan fungsi peruntukan tidak sesuai dengan kaidah tata ruang yang semestinya sehingga dampak simultan yang terjadi adalah bencana dan konsekuensinya manusia menjadi korban. Jadi, jangan salahkan alam yang tidak lagi mau bersahabat dengan kita karena kita sendiri yang mengabaikan keseimbangan alam lewat pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Fakta ini menjadi argumen urgensi penataan ruang secara profesional dengan memadukan harmoni dan keseimbangan dengan semua elemen yang mendukung. Pembangunan perkotaan ke depan tidak bisa mengabaikan kebutuhan terhadap ruang terbuka hijau.
(Feb)
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya