Share

Kegalauan Nick Woodman akan Ombak Indonesia Awal Lahirnya GoPro

Koran SINDO, Jurnalis · Selasa 16 Oktober 2018 20:50 WIB
https: img.okezone.com content 2018 10 16 406 1964883 kegalauan-nick-woodman-akan-ombak-indonesia-awal-lahirnya-gopro-Z4KB1LwbEi.jpg Pantai (Instagram)

PADA 2002, Nick Woodman berlibur ke Bali selama lima bulan. Woodman sedang “galau” dalam menentukan arah hidupnya. Dia pun pergi ke Indonesia untuk melakukan hobi yang membuat otaknya jer nih; surfing atau berselancar.

Woodman jatuh cinta dengan ombak Indonesia yang seperti Hawai, menggulung sepanjang tahun. Tidak ada yang menyangka kegalauan itu menghasilkan ide cemerlang yang menjadikannya CEO sebuah perusahaan dengan aset triliunan rupiah.

Ceritanya sederhana. saat sedang surfing di Bali, Woodman menyadari belum ada kamera yang dapat merekam aksinya menerjang indahnya ombak Indonesia dalam bentuk video secara mudah. Dia tertarik untuk mene mukan tali pengikat elastis, tetapi cukup kuat untuk menahan kamera sekali pakai (disposable ) di pergelangan tangan.

 Baca juga: 10 Tanda Seseorang Akan Meninggal Dunia

Pantai

Karena tidak punya uang, Woodman rela berjualan ikat pinggang dari kulit kerang yang dibawanya dari Bali ke Amerika, meminjam uang senilai USD35.000 dari sang ibu, serta menjual mobil VW-nya. Selama dua tahun itu, ternyata Woodman tidak hanya bisa membuat tali pengikat elastis, tetapi juga sebuah prototipe kamera untuk melengkapinya.

Selanjutnya, perusahaan tersebut berkembang menjadi GoPro. Rigiditas GoPro secara otomatis membuat kamera tersebut diminati para atlet atau pehobi olahraga ekstrem. Kamera tersebut juga banyak dimanfaatkan di berbagai kegiatan ekstrem, mulai kegiatan autosport seperti balap mobil dan motor, bersepeda seperti downhill , BMX dan free style , hingga kegiatan menyelam dan free dive .

Bagi GoPro, komunitas pengguna adalah aspek vital yang tidak hanya menentukan sukses, tetapi juga pertumbuhan perusahaan. Fondasi GoPro adalah kreativitas dalam bentuk foto atau video yang diunggah di berbagai situs, seperti YouTube, Facebook, Vimeo, Twitter. Hal itu tidak ubahnya promosi dari mulut ke mulut yang membuat GoPro sangat populer.

 Baca juga: Mulailah Seks di Pagi Hari, Banyak Keuntungannya tapi Awas Jangan Telat Kerja Ya!

Jika diibaratkan sedang bertarung di arena oktagon UFC, GoPro adalah petarung yang sudah lebam dan penuh luka bahkan sebelum pertandingan dimulai. Ini fakta. Sejak dua tahun terakhir, perusahaan tersebut berdarahdarah. Kegagalan demi kegagalan membuat CEO Nick Woodman pusing, bahkan nyaris putus asa. Begitu putus asanya, dia sempat berpikir akan menjual perusahaannya karena dinilai tidak akan bisa bersaing dan mendapatkan untung lagi. Pada 2017 itu, dia terdesak, tidak ketemu jalan keluar. Dia pun mengontak JP Morgan untuk menawarkan GoPro kepada perusahaan lain yang tertarik mengakuisisi. Bagi Woodman, yang penting nama GoPro tetap ada.

Gopro

Tidak masalah walau dia tidak lagi menjadi pemilik utama. Tetapi nyatanya, GoPro tidak jadi dijual. Bukan karena tidak ada yang membeli, tetapi karena GoPro dan Woodman tidak bisa dipisahkan. Tanpa naluri bisnis Woodman, GoPro tidak akan menjadi apa-apa. Tahun ini Woodman membuktikannya. Dalam kondisi sakit dan lebam-lebam, mereka siap bertarung. Karena itu, sepanjang 2018, dia mengumbar janji kepada Wall Street dan media bahwa mereka sedang menyiapkan kejutan; mengem balikan kekuatan utama mereka pada action camera , memberikan ulang consume alasan mengapa mereka harus membeli produk GoPro Hero 7.

Akhirnya hal itu terwujud beberapa waktu lalu, yaitu rangkaian Hero 7 White, Hero 7 Silver, dan Hero 7 Black yang dibanderol USD199, USD299, dan USD399. Hero 7 Black memiliki bodi hitam, tahan air, dengan bodi berlapis karet seperti pendahulunya, Hero 5 dan Hero 6 Black. Prosesornya mereka desain sendiri, GP1. Sama dengan Hero 6 Black, tidak lagi menggunakan Ambarella yang dipakai di model GoPro sebelumnya. Selama setahun terakhir, mereka membuat GP1 menjadi lebih cepat dan kuat sehingga bisa menjalankan fungsi seperti live-streaming, time lapse, smart HDR , dan fitur pamungkas algoritma yang membuat video bisa sangat stabil. Dua kamera lainnya, White dan Silver, mungkin tidak secepat versi Black, tetapi memiliki desain berbeda.

 Baca juga: Tidur Siang di Kantor, Membuat Pegawai Lebih Cerdas Ambil Keputusan

Misalnya, LCD kecil di depan yang menginformasikan mode pemotretan, daya tahan baterai, dan sisa memori. Bedanya dengan seri Black, tidak bisa merekam video 4K, tetapi memiliki fitur super slow motion . Ketiga kamera itu, menurut Woodman, akan menjadi jagoan GoPro pada masa depan. Mereka ingin meringkas varian, bahkan aksesori, yang dijual supaya meng hemat biaya operasional dan tidak membuat konsumen bingung.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

(rzy)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini