Share

Sepotong Islam di Negeri Kasino

Iqbal Dwi Purnama, Jurnalis · Kamis 16 Mei 2019 17:16 WIB
https: img.okezone.com content 2019 05 16 615 2056590 sepotong-islam-di-negeri-kasino-ErWvHqEP7J.jpg Suasana Kasino di Macau
A A A

DON’T judge a book by its cover. Kita akan naif jika melihat sesuatu hanya dari bungkusnya. Dalam kaidah Ushul-fiqh juga ada redaksi yang mirip, al-Ibratu bil Jawahir, la bil Mazahir (yang penting subtansi, bukan simbol atau bungkusnya).

Itulah kenapa saya perlu sampaikan sisi lain yang mungkin tidak banyak diketahui oleh khalayak, sebelum mereka datang, melihat dengan mata kepala sendiri sebuah tempat bernama Macau, Kamis (16/5/2019).

Macau yang terkenal sebagi pusat judi, atau Las Vegasnya Asia, cenderung terdengar negatif. Atau mungkin ada yang apriori dengan negeri ini. Saya bukan Goodwill Ambassadornya Macau. Saya hanya ingin berbagi cerita, semoga kita dapat mengambil mana yang baik, tinggalkan buruknya. Seperti perintah Tuhan kepada Musa a.s yang diabadikan dalam kitab suci-Nya, "perintahkan kepada kaum mu (wahai Musa) untuk mengambil yang baik (nya saja)".

Deretan Gedung Tinggi di Macau

“Inilah cerita tentang nilai-nilai baik yang ada di sini. Ketika saya keluar dari apartemen tempat saya tinggal, maka saya mendapatkan banyak nilai-nilai kebaikan yang menurut saya sangat Islami. Atau sebut saja kebaikan universal. Beberapa hal yang belum banyak dijumpai secara masif di tanah air. Bayangkan, setiap tangga/ koridor tertulis, agar tidak nyampah (no littering). Dan sepanjang tangga itu memang tidak ada sampah,” ujar Sukron Makmun, Dai Ambassador Dompet Dhuafa di Hongkong dan Macau, melalui siaran pers yang diterima Okezone.

Sampai di jalan raya, saya lebih kagum lagi, karena mereka akan memberi prioritas pada pejalan kaki. Para pengguna jalan saling menghormati satu sama lain. Jika ada lampu merah (traffic light) mereka tunggu lampu sampai hijau menyala, tidak ada yang 'nyelonong'.

Gedung Kasino di Macau

Jika di perempatan tidak ada lampu merahnya, maka siapapun boleh lewat garis zebra cross tanpa ragu. Mobil, motor dan kendaraan jenis apapun akan mengalah mendahulukan Anda dan penyebrang lainnya. Di Macau tidak ada yang berani menerobos dengan alasan buru-buru. Tidak ada anak di bawah umur yang berkendara. Tidak ada yang ugal-ugalan. Tidak ada polusi suara.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Selama hampir seminggu di sini, saya belum melihat orang bertengkar atau bersuara keras. Semuanya sibuk dengan urusannya, sehingga tidak ada waktu untuk kepoin orang lain.

Kota ini 24 jam dalam seminggu hidup, tak pernah mati. City that never sleeps. Saya boleh keluar kapan saja, tanpa takut direcokin atau tindak pidana (kriminal) yang lain. Saya tiap hari keluar jam 23:00 dan pulang jam 01:00 dini hari. Pernah jalan jam 3-an pagi. Seperti tidak ada bedanya antara malam dan siang. Selalu ramai. Ramai tapi senyap, senyap tapi ramai. Yang terpenting adalah rasa aman dan nyaman. 

Kabar baiknya lagi, mereka membolehkan para pekerja migran (baca: PMI) untuk tinggal di luar, tidak ikut bos. Mereka boleh kost di luar, sehingga lebih bebas, tidak merasa terpenjara. Pada saat yang sama para PMI kita dapat mengekspresikan nilai-nilai kepercayaan dan nilai-nilai keindonesiaannya dengan leluasa. Mulai dari cara berpakaian sampai menjalankan ibadah.

Kelonggaran seperti inilah yang membuat mereka lebih betah ketimbang PMI di tempat lain. Tapi suasana seperti ini, jika tidak disikapi dengan arif, justru akan menjadikan PMI terlena, terjebak di zona nyaman. Hidup dalam mimpi, bak hidup di negeri dongeng. Tanpa target waktu. Mereka lupa pulang.

Lupa bahwa mereka harus berkiprah di tanah air, menularkan pengalaman baiknya pada tetangga dan masyarakatnya. Kapan harus membina rumah tangga, kumpul keluarga besar. Yang lebih penting lagi adalah menjalankan fungsi utama mereka sebagai 'madrasah pertama' bagi anak-anaknya sendiri? Hidup bukan hanya tentang "me", but how about "us"?

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini