CIREBON - Munculnya ajakan untuk melakukan aksi 'People Power' atau 'Kedaulatan Rakyat' di Kantor KPU RI saat pengumuman hasil Pemilu 2019, sangat disayangkan oleh ulama di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pasalnya, ajakan tersebut merupakan bentuk perlawanan kepada konstitusi yang ada.
Pengasuh Pondok Pesantren Khas Kempek Cirebon, KH Mustofa Aqil menilai, ajakan itu tidak berbeda dengan menentang undang-undang, konstitusi, serta aturan yang berlaku di Indonesia. Menurutnya, dalam islam, hal tersebut bisa dikatakan Bughot, atau pemberontak.
Baca Juga: Kabar Suku Baduy Luar Bergerak ke Jakarta untuk Hancurkan Kecurangan Rezim, Ini Faktanya
"Sudah ada aturan, konstitusi, dan undang-undangnya. Jika tidak dipakai, itu dinamakan bughot atau pemberontak, siapapun dan apapun bentuknya," ujar Mustofa, kepada awak media, Senin (20/5/2019).
Dirinya menyampaikan, jika ajakan aksi tersebut, tidak perlu dilakukan. Mengingat, hal itu hanya dimotori oleh beberapa pohak saja. Mereka melakukan perencanaan yang kondusif, serta mampu menarik massa dalam jumlah besar, agar berkumpul di depan kantor KPU RI pada 22 Mei 2019 nanti.
Sementara menurut perwakilan MUI Kabupaten Cirebon, Mukhlisin Mujahir mengatakan, jika ia lebih ingin agar ajakan tersebut dicegah. Supaya, masyarakat Kabupaten Cirebon melalui pimpinan-pimpinannya, tidak akan mengerahkan massa, yang dikhawatirkan bisa menimbulkan keresahan, apalagi sampai terjadi kerusuhan-kerusuhan.
Baca Juga: Terduga Teroris di Depok Sulit Dimintai Identitas dan Jarang Bergaul
"Semua masyarakat atau pendukung 01 dan 02 itu baiknya menunggu hasil pemilu," ucapnya.
Lebih lanjut, dalam acara multaqo atau mengumpulkan para ulama, habaib, ormas Islam dan pengasuh pondok pesantren, pihaknya beserta para ulama sepakat, untuk menolak aksi di Kantor KPU RI, pada 22 Mei 2019 nanti.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
(fid)