JAKARTA - Solusi buruknya kualitas udara Jakarta saat ini tergantung komitmen Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta, mengingat kualitas udara sehat menjadi hak konstitusional setiap warga negara.
Saat ini saja di DKI Jakarta menunjukkan angka Air Quality Index (AQI) adalah 161, dengan keterangan unhealthy. Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan, sumber polusi ibu kota terbagi menjadi empat, yakni transportasi darat (75%), pembangkit listrik dan pemanas (9%), pembakaran industri (8%), dan pembakaran domestik (8%).
Baca Juga: Siang Ini Jakarta Tempati Peringkat Ketiga Kota dengan Udara Terkotor
Climate and Energy Researcher Greenpeace Indonesia Adila Isfandiari menyatakan, harus dilakukan inventarisasi emisi yang terbesar, dan juga melihat parameter apa yang mereka pergunakan.
"Demikian juga lokasi keberadaan, seperti industri yang kebanyakan berada di luar wilayah DKI Jakarta, apakah langsung berpengaruh ke DKI Jakarta. Bagaimana dengan kendaraan bermotor bernomor polisi di luar DKI seperti Tangerang dan Bekasi yang juga masuk melintas di DKI Jakarta," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).
Baca Juga: Ini Penyebab Udara Jakarta Paling Buruk Sedunia
Dia menambahkan, tidak hanya itu saja, pembangkit listrik yang ada juga berlokasi di luar Jakarta, atau jauh dari pusat kota Jakarta. "Keberadaan pembangkit listrik dengan batu bara (PLTU) milik PLN itu tidak hanya terletak di luar kota, tetapi juga jauh dari potensi menyebarkan polusi," katanya.
"Karena itu perlu ditilik lagi sumbernya disebabkan oleh apa saja, seperti misalnya pembakaran sampah. Selain itu perlu dipertimbangkan di sini, kebijakan apa yang diambil terkait hal tersebut,” jelasnya
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya
Sementara itu, Gubernur DKI yang mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 66 tahun 2019 di awal bulan ini tentang Percepatan Pelaksanaan Pengendalian Kualitas Udara Jakarta, sekaligus juga sudah memerintahkan semua gedung milik Pemerintah Daerah akan dipasangi PLTS Rooftop.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terkait kampanye penggunaan listrik surya atap, Menteri ESDM memberi saran kepada badan usaha, pemerintah daerah, dan masyarakat mulai memanfaatkan atap bangunan dan gedung yang dimiliki dengan memasang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Rooftop (Atap).
Selain Kementerian ESDM yang telah memasang PLTS Rooftop di seluruh gedungnya, Pemda DKI juga akan segera mengikuti arahan Menteri ESDM tersebut. Targetnya tahun 2022 pemasangan PLTS Rooftop akan selesai di DKI.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Tanpa Timbal Ahmad Safrudin (Puput) mengatakan, upaya lain menekan emisi gas buang dari kendaraan bermotor salah satunya dilakukan melalui uji emisi.
Sebenarnya aturan uji wajib uji emisi yang saat ini menjadi bagian dari Insgub No. 66 tahun 2019, beberapa tahun sebelumnya sudah ada dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No. 2 tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
"Yang belum dilaksanakan adalah implementasinya, karena dalam peraturan lama tersebut, dikatakan kendaraan bermotor wajib memenuhi ambang batas emisi gas buang kendaraan; kendaraan bermotor juga wajib menjalani emisi sekurang-kurangnya setiap enam bulan. Sedangkan kendaraan yang lulus uji emisi akan mendapat tanda lulus uji emisi,” paparnya.
Sementara dalam aturan baru tercantum keinginan Pemda DKI, agar uji emisi dilakukan untuk semua jenis kendaraan pada tahun 2020, bersamaan dengan perpanjangan STNK. Nantinya uji emisi akan menentukan, apakah STNK kendaraan tersebut dapat diperpanjang dan akan terintegrasi dengan sistem perparkiran.
Sejalan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), kendati pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) yang tidak akan habis, baru berkontribusi sebesar 13% dalam bauran energi nasional, namun dalam RUEN telah ditetapkan, Pemerintah akan terus meningkatkan pemanfaatan energi baru dan energi penggunaan bahan bakar pembangkit listrik di dalam negeri.
Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang mencapai 13%, di tahun 2025 ditargetkan menjadi lebih dari 23%, dan naik lagi menjadi lebih dari 31% di tahun 2050.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim meminta dilakukannya penggunaan bahan bakar air dan tenaga surya serta gas, seperti yang diterapkan PLN saat ini di Pembangkit Listrik Muara Karang dan Pembangkit Listrik Tanjung Priok.
“Kombinasi penggunaan bakar itu tetap diperlukan guna menjaga emisi gas buang, tarif murah dan kontinuitas pasokan,” jelasnya.
Dia juga menyarankan ke depan sumber energi utama yang dipakai pembangkit listrik PLN berasal dari energi terbarukan, adapun gas serta batu bara dijadikan sumber energi cadangan.