Share

Ini Makna Khalifah yang Perlu Anda Ketahui

Novie Fauziah, Jurnalis · Rabu 15 Januari 2020 19:31 WIB
https: img.okezone.com content 2020 01 15 614 2153274 ini-makna-khalifah-yang-perlu-anda-ketahui-A2pFmKeIpm.jpg Ilustrasi Sultan Agung (Foto: IMDB)
A A A

Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr. Oman Fathurahman mengatakan, dalam tradisi Islam, kata khalifah itu punya dua makna. Pertama, khalifah secara umum, yakni manusia sebagai khalifah di muka bumi. Di mana Allah menyebut Nabi Adam sebagai seorang khalifah yang diturunkan, seperti dijelaskan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 30.

Sedangkan yang kedua, khalifah secara khusus, yakni dimaksudkan dalam konteks pengganti Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama dan negara.

 Muhammad sebagai khalifah

“Dalam sejarah kesultanan di Nusantara, para sultan banyak yang menggunakan gelar ‘Khalifatullah fil Ardh’ atau Khalifah di muka bumi, yang bisa dianggap mengandung dua arti sekaligus, baik sebagai manusia sempurna (insan kamil) makhluk Tuhan, maupun sebagai raja, wakil Tuhan untuk mengelola bumi. Apapun makna khalifah yang dirujuk, jelas bahwa misi Tuhan menjadikan manusia atau pemimpin sebagai khalifah adalah untuk mewujudkan kemaslahatan dan keadilan bagi semesta,” terang Profesor Oman, Rabu (15/1/2020).

Meski demikian, terang Profesor Oman, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin beragamnya kebudayaan manusia, termasuk beragamnya sebutan pemimpin dan sistem pemerintahan, maka makna khalifah ini perlu dimaknai secara substantif dalam konteks masing-masing, termasuk dalam konteks Indonesia.

“Makna substantif yang tidak boleh hilang adalah khalifah sebagai pengemban kemaslahatan dan keadilan. Oleh karena itu, semua pemimpin Indonesia harus bisa mewujudkan kemaslahatan dan keadilan itu sebagaimana menjalankan praktik agama juga harus dipahami sebagai bagian dari komitmen dalam mewujudkan kemaslahatan bernegara,” ujar Profesor Oman.

Oleh karena itu, semua pemimpin Indonesia harus bisa mewujudkan kemaslahatan dan keadilan itu dengan jalan dan caranya masing-masing. Mengingat bentuk dan sistem pemerintahan di Indonesia yang berketuhanan Yang Maha Esa, maka setiap pemimpin, dan juga manusia, Indonesia harus memahami pengabdian kepada negara ini.

“Sebagai bagian dari pengamalan ajaran agama, sebagaimana menjalankan praktik agama juga harus dipahami sebagai bagian dari komitmen dalam mewujudkan kemaslahatan bernegara. Inilah sesungguhnya substansi makna khalifah dalam konteks manusia Indonesia,” ujar pria yang juga Staf Ahli Menteri Agama bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi ini.

Lebih lanjut, Profesor Oman itu mengungkapkan bahwa sejatinya kita sebagai umat Islam harus mencontoh sikap Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan. Karena bagi umat Islam, Nabi Muhammad Saw adalah ‘uswah hasanah’ atau teladan yang baik.

“Tetapi, jangan keliru. Dalam konteks kepemimpinan, Nabi Muhammad bukan khalifah (pengganti), ia justru pemimpin yang digantikan oleh para sahabatnya. Nabi Muhammad adalah khalifah dalam konteks sebagai manusia sempurna, yang harus diteladani,” ungkapnya.

Namun ketika terjadi kerusakan ataupun pertikaian di bumi dan lingkungan sosial yang tidak harmonis, maka perilaku buruk manusia terhadap semesta tidak berarti menghilangkan statusnya sebagai khalifah di muka bumi. Sebab setiap manusia bertanggung jawab terhadap kedamaian di muka bumi.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

“Dalam sejarah manusia juga ada pemimpin yang berhasil mewujudkan kemaslahatan, yang disimbolkan oleh Habil. Lalu ada juga pemimpin yang gagal, yang disimbolkan oleh Qabil."

Tugas kita, terang Profesor Oman, semua untuk terus memperbaiki agar amanah Tuhan kepada kita sebagai khalifah dapat kita emban dengan baik. "Jangan mengkhianati-Nya dengan merusak semesta.”

Ia menjelaskan, sebagai warga negara Indonesia dan umat beragama yang baik, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan menghormati sesama. Apalagi para pendiri bangsa ini juga terdiri dari wakil kelompok agama yang sangat beragam di Indonesia. Mereka juga sudah sepakat untuk menjalankan ajaran agama masing-masing di bawah sistem pemerintahan yang disepakati, yakni Pancasila dan UUD 1945.

“Tindakan apapun dengan mengatas namakan agama yang berdampak pada rusaknya tata nilai kemanusiaan atau bertujuan untuk merusak kesepakatan bersama sebagai sebuah bangsa, maka itu sama artinya dengan tidak menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Oleh karena itulah, cara pandang keagamaan yang moderat perlu dikedepankan, yakni cara pandang, sikap, dan praktik keagamaan yang lebih menekankan pada substansi ajaran, tidak ekstrem, tidak berlebih-lebihan,” ujar Profesor Oman.

Menurut Profesor Oman, cara paling efektif untuk mengajak masyarakat untuk menangkal ideologi lain yang bertentangan dengan prinsip NKRI adalah dengan memberikan contoh dengan berbuat adil dan wujudkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Sesungguhnya lima sila dalam Pancasila sudah merepresentasikan keseluruhan nilai kekhalifahan yang disebut dalam teks-teks agama, khususnya Alquran. Kalau Pancasila itu bisa diwujudkan secara paripurna oleh para pemimpin kita, saya yakin tidak akan ada lagi pemikiran untuk mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain,” pungkasnya.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini