Share

6 Gibah yang Diperbolehkan, Pertama dalam Rangka Meminta Nasihat

Abu Sahma Pane, Jurnalis · Jum'at 03 April 2020 07:48 WIB
https: img.okezone.com content 2020 04 03 330 2193365 6-gibah-yang-diperbolehkan-pertama-dalam-rangka-meminta-nasihat-U0LJJVox80.jpg Ilustrasi. Foto: Shutterstock
A A A

DALAM Kamus Besar Bahasa Indonesia gibah adalah membicarakan keburukan orang lain. Lalu bagaimana hukum gibah dalam Islam? Rasulullah bersabda sebagaimana dipaparkan dalam riwayat hadis berikut.

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟

“Apakah kalian tahu apa itu gibah?”

Para sahabat menjawab:

اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ

“Allah dan Rasulnya yang lebih tahu”

Kemudian Nabi menjawab:

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ

”Gibah adalah ketika kamu mengisahkan teman kamu tentang suatu yang tidak ia sukai. Lalu ada yang tanya kepada Nabi:

أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟

Ada yang tanya kepada Nabi:

أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟

“Bagaimana kalau yang saya katakan itu memang sesuai faktanya, Ya Rasul?”

إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ، فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Ya kalau memang yang kamu katakan itu fakta, berarti kamu menggujingnya. Namun jika yang kamu bicarakan tidak sesuai fakta, maka kamu membuat kedustaan terhadap dirinya” (HR Muslim).

Sementara dikutip dari laman Tebuireng pada Jumat (3/4/2020), Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Almara memparkan Imam Nawawi dan ulama-ulama lain menuturkan kondisi-kondisi yang memperbolehkan seseorang menggunjing karena bertujuan yang dilegalkan syara’ yang tidak mungkin dilakukan perbaikan kecuali tanpa melakukan gibah. Kondisi tersebut ialah:

1. Dalam Rangka Meminta Saran atau Nasihat

Misalkan seseorang yang mengatakan: “Ayahku atau Saudaraku atau Si Anu menganiaya diriku, apa tindakan tersebut berhak ia lakukan ? Bagaimana caraku keluar dari masalah ini? Bagaimana aku dapat memperoleh hak-hakku ?” dan sebagainya.

Yang demikian itu diperbolehkan karena ada kepentingan menggunjingya, namun sebaiknya untuk berhati-hati sebaiknya dalam rangka meminta saran ini tidak dikatakan pelakunya secara langsung semisal dengan pernyataan: “Bagaimana pendapat anda tentang seorang lelaki yang melakukan semacam ini?”, “Bagaimana pendapat anda tentang seorang suami atau istri yang melakukan semacam ini?” dan semacamnya.

Karena tujuan meminta saran dengan perkataan semacam inipun bisa ia dapatkan, meskipun penyebutan pelaku secara langsung juga diperbolehkan berdasarkan hadits dari Hindun r.a. saat ia meminta saran dari Nabi shallallaahu alaihi wasallam dengan berkata “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan lelaki pelit.. dst” dan Nabi pun tidak melarangnya.

2. Teraniyaya

Diperbolehkan bagi orang yang teraniaya mengadukan penganiayanya pada penguasa, hakim, dan orang-orang yang memiliki kekuasaan untuk menghentikan penganiayaannya dengan menyebut langsung nama pelakunya, misalnya “Si Anu telah melakukan tindakan ini padaku” atau “Si Anu mengambil sesuatu dariku” dan sebagainya.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

3. Merubah Kemunkaran dan Kemaksiatan pada Kebenaran

Dengan menyebut nama pembuat kemunkaran serta kemaksiatan pada seseorang yang diharapkan mampu merubahnya dengan berkata “Si Anu telah melakukan tindakan ini, maka cegahlah..!!” dengan tujuan menghilangkan kemungkaran bila tidak maka menggunjingnya hukumnya haram.

4. Memberi Peringatan kepada Kaum Muslimin

Menurut Imam Nawawy dalam permasalahan ini terdapat 5 gambaran :

a . Menerangkan/menyebutkan cacatnya nama seseorang dalam sebuah riwayat hadits/saksi, kebolehan gibah dalam hal ini disepakati ulama dalam rangka kemurnian syariat.

b . Membicarakan seseorang dalam rangka musyawarah semacam hendak mengikat tali perkawinan

c . Saat melihat seseorang yang hendak membeli suatu barang cirri yang tidak ia ketahui, untuk memberi petunjuk padanya bukan dalam rangka menghina atau merusak citra.

d . Saat melihat seseorang yang hendak belajar agama dan ragu atas dua pilihan, agar tidak tersesat pada orang fasik dan ahli bid’ah maka boleh bagimu memberi nasehat padanya.

e . Mengadukan seorang pimpinan pada atasannya atas ketidakprofesionalannya atau kefasikannya agar diketahui dan segera diganti supaya tidak tertipu dan dilanggengkan kepimpinannya.

5. Kekurangan yang Ia Lakukan Terang-terangan

Bila seseorang terang-terangan menjalani kefasikan atau kebid’ahannya, maka boleh menyebutkan cela yang secara jelas ia lakukan, dan haram menyebutkan lainnya kecuali bila ada hal yang memperbolehkan penyebutan lainnya.

6.Penamaan

Boleh menyebutkan kekurangan orang lain bila justru ia lebih dikenal dan diberi julukan dengan kekurangannya itu, seperti “Si Rabun, Si Pincang, Si Jereng, Si Cebol, Si Buta, Si Buntung” dan sebagainya, asalkan tidak bertujuan merendahkan kekurangannya. Bila masih memungkinkan penamaan dengan selain kekurangannya tentu lebih utama dan bijaksana.

Wallaahu A’lamu Bis Showaab. Demikian dipaparkan Almira dengan referensi Kitab Al-Adzkaar Li an-Nawawy 1/340.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini