WALAU tak kasat mata, hati manusia sangat berpengaruh terhadap organ lain bergerak dan melangkah. Hati juga yang menentukan bagaimana sikap perilaku, baik dan buruknya seseorang. Maka, Allah SWT memerintahkan hambanya agar menjaga hati.
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah bersabda: “Ingatlah bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung).” (HR Bukhari dan Muslim)
Baca juga: Ini Syarat dan Panduan Sholat Idul Adha Era New Normal
“Hati yang sehat akan memudahkan setiap insan dalam menjalankan tugasnya, secara jasmani ataupun rohani. Karenanya kita perlu menjaga dan merawat hati sebaik mungkin,” tulis Silmi Adawiya, alumnus Unhasy dan santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang dalam sebuah artikelnya dimuat di laman tebuireng.online seperti dilansir, Selasa (30/6/2020).
Silmi Adawiya mengutip Ibnu Hajar dalam kitab Munabbihât ‘ala Isti‘dâdi li Yaumil Mî‘âd, bahwa Hasan Al Bashri menjelaskan enam hal yang dapat merusak hati seseorang:
Pertama, melakukan dosa dengan harapan ia bisa bertaubat di kemudian hari. Seseorang yang sadar akan perbuatan dosanya dan masih berangan-angan akan kembali ke jalan Tuhan pada waktunya adalah sebuah kesombongan. Ia terlalu percaya diri bahwa Allah masih memberikan waktu untuk bertaubat, padahal kesempatan itu belum tentu ia miliki di lain waktu. Perbuatan dosa yang dilakukan dengan unsur kesengajaan (bukan faktor ketidaktahuan) berpotensi menjadikan hati semakin gelap.
Kedua, memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya. Pepatah kata yang sangat terkenal “ilmu tanpa amal bagaikan pohon yang tak berbuah” memang benar nyatanya. Karena sejatinya tujuan dari sebuah pengetahuan adalah pengamalan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak mengamalkan ilmu disini bisa saja dengan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ilmu yang dimilikinya, atau juga bisa hanya dengan mendiamkan ilmunya sebagai koleksi dalam kepala saja.
Baca juga: Hindari Perceraian, Suami-Istri Harus Saling Menguatkan saat Terpuruk
Ketiga, tidak ikhlas dalam beramal. Setelah ilmu diamalkan, urusan belum sepenuhnya beres. Sebab manusia masih dihinggapi hawa nafsu dari mana-mana. Ia mungkin saja berbuat baik banyak sekali, namun sia-sia belaka karena tidak ada ketulusan berbuat baik. Ikhlas adalah hal yang cukup berat sebab meniscayakan kerelaan hati meskipun ada yang dikorbankan.
Keempat, tidak bersyukur dalam menikmati rezeki yang diberikan Allah. Bersyukur adalah pilihan sikap yang wajib. Orang yang tak mau bersyukur adalah orang yang tidak memahami hakikat rezeki. Syekh Nawawi al-Bantani dalam Nashaihul ‘Ibad mengartikan syukur dengan ijrâ’ul a‘dlâ’ fî mardlâtillâh ta‘âlâ wa ijrâ’ul amwâl fîhâ (menggunakan anggota badan dan harta benda untuk sesuatu yang mendatangkan ridha Allah).
Artinya, selain ucapan “alhamdulillah”, kita dianggap bersyukur bila tingkah laku kita, termasuk dalam penggunaan kekayaan kita, bukan untuk jalan maksiat kepada Allah ﷻ.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya