Share

7 Etika Perayaan Maulid Nabi agar Tak Melenceng dari Syariat

Rabu 01 Juli 2020 16:26 WIB
https: img.okezone.com content 2020 07 01 330 2239562 7-etika-perayaan-maulid-nabi-agar-tak-melenceng-dari-syariat-CDNP2V56db.jpg ilustrasi (stutterstock)
A A A

MERAYAKAN atau memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sudah membudaya di kalangan mayoritas umat Islam di Indonesia. Tiap daerah memiliki tradisi tersendiri dalam memperingati Hari Kelahiran Rasulullah.

Tujuan perayaan maulid di antaranya adalah untuk mengenang perjuangan Nabi Muhammad dalam membumikan Islam sekaligus meneladani akhlaknya. Kemudian sebagai ajang syiar dan mempererat ukhuwah Islamiyah.

Baca juga: Bagaimana Hukumnya Merayakan Maulid Nabi Muhammad?

Melansir dari kolom Tanya Jawab Keislaman di website resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Rabu (1/7/2020), dijelaskan bahwa hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW adalah boleh dan tidak termasuk bid’ah dhalalah (mengada-ada yang buruk) tetapi bid’ah hasanah (sesuatu yang baik).

Karena tidak ada dalil-dalil yang mengharamkan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, bahkan jika diteliti malah terdapat dalil-dalil yang membolehkannya.

Tapi, karena bentuk perayaannya berbeda-beda, untuk menjaga agar perayaan maulid Nabi SAW tidak melenceng dari aturan agama yang benar, sebaiknya perlu diikuti etika-etika berikut:

1. Mengisi dengan bacaan-bacaan shalawat kepada Rasulullah SAW.

2. Berdzikir dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.

3. Membaca sejarah Rasulullah Saw dan menceritakan kebaikan-kebaikan dan keutamaan-keutamaan beliau.

4. Memberi sedekah kepada yang membutuhkan atau fakir miskin.

5. Meningkatkan silaturrahim.

6. Menunjukkan rasa gembira dan bahagia dengan merasakan senantiasa kehadiran Rasulullah saw. di tengah-tengah kita.

7. Mengadakan pengajian atau majlis ta’lim yang berisi anjuran untuk kebaikan dan mensuritauladani Rasulullah saw.

Menurut Imam al-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah SAW dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549–630 H).

Tidak kurang dari 300.000 dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid. Intinya menghimpun semangat juang dengan membacakan sya’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah SAW. Di antaranya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi SAW dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga sekarang masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi SAW.

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi SAW di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah SAW untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh. Lalu bentuk acaranya semakin berkembang dan bervariasi.

Di Indonesia, terutama di pesantren, para kiai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak itu, tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi SAW yang sudah melekat di masyarakat ini sebagai media dakwah dan pengajaran Islam.

Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren.

Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum itu tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada anak yatim dan fakir miskin, pameran produk halal, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.

1
2

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini