Share

7 Golongan yang Dinaungi Allah Ta'ala ketika Hari Kiamat

Selasa 07 Juli 2020 09:09 WIB
https: img.okezone.com content 2020 07 07 330 2242293 7-golongan-yang-dinaungi-allah-ta-ala-ketika-hari-kiamat-KmVHIR3ZG5.jpg Ilustrasi. (Foto: Unsplash)
A A A

NABI Muhammad Shalallahu alaihi wa salam menyatakan ada tujuh golongan yang dinaungi Allah Subhanahu wa ta'ala ketika hari kiamat kelak. Mereka adalah (1) pemimpin yang adil; (2) pemuda yang tumbuh dengan beribadah kepada Tuhannya; (3) orang yang hatinya tergantung di masjid; (4) dua orang yang saling menyayangi karena Allah Ta'ala—bersatu karena Allah dan berpisah karena Allah; (5) orang yang diajak berbuat hina oleh wanita cantik dan kaya namun ia berkata, 'Aku takut kepada Allah Ta'ala; (6) pria yang sedekah dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kanannya memberi sedang tangan kirinya tidak tahu; dan (7) orang yang ketika mengingat Allah Ta'ala dalam kesendirian berlinanglah air matanya.

Baca juga: Zikir ketika Melewati Jalan Mendaki dan Menurun 

Tujuh golongan tersebut berdasarkan hadis Muttafaqun alaih yang berbunyi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رضى الله عنه ـ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ ‏”‏‏ متفق عليه.

Mengutip dari Sindonews, Selasa (7/7/2020), Ustadz Muhammad Hidayatulloh yang merupakan pengasuh kajian tafsir Alquran Yayasan Ma'had Islami (Yamais), Masjid Al Huda Berbek, Waru, Sidoarjo, menjelaskan tentang hadis ini.

Ia mengatakan sab'ah bermakna tujuh. Tujuh yang dinaungi Allah Subhanahu wa ta'ala ketika hari kiamat—yang saat itu tiada naungan kecuali dari-Nya. Naungan yang sangat diharapkan oleh semua manusia.

"Maka berusaha untuk mencapai salah satu saja dari tujuh kriteria tersebut merupakan hal yang sangat penting bagi kita," jelas Ustadz Muhammad Hidayatulloh dalam laman pwmu.

1. Pemimpin Adil

Pemimpin adil menempati posisi tertinggi di antara kriteria lainnya. Pemimpin adil baik secara perilaku maupun dalam hal perhatian dan pemberian yang tidak harus sama rata.

Adil berarti tidak berat sebelah atau bertindak tanpa pandang bulu. Dalam menegakkan keadilan, tidak berlaku lagi persaudaraan atau pertemanan.

Siapa pun jika bersalah, keadilan akan ditegakkan secara proporsional. Bahkan termasuk jika diri sendiri bersalah, keadilan juga ditegakkan.

Maka sungguh tidak mudah menjadi pemimpin yang adil. Tetapi juga tidak terlalu sulit jika memang kita dapat selalu objektif menilai, termasuk pada diri sendiri.

Perilaku adil inilah yang menjadi penyebab kehidupan harmonis di tengah masyarakat, dan selanjutnya akan berdampak pada tingkat kesejehteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat.

Itulah tujuan utama konsepsi kehidupan umat manusia sebagai makhluk yang bermartabat tinggi. Maka hukum dan etika kehidupan ini haruslah memenuhi rasa keadilan bagi semua tanpa kecuali.

Tidak boleh ada orang yang memiliki kekebalan hukum. Hukum harus ditegakkan bagi semua. Hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Ditegakkannya keadilan ini demi kebaikan bersama. Sebab jika pemimpin bertindak adil, masyarakat akan merasa terayomi oleh kepemimpinannya.

Baca juga: Arab Saudi Buka Pendaftaran Haji, 70% Diisi Ekspatriat 

2. Pemuda Taat Beribadah

Golongan kedua adalah pemuda —juga pemudi tentunya— yang tumbuh dengan selalu beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Mereka selalu menghiasi waktu-waktunya dengan sibuk beribadah. Sedangkan puncak atau komandan seluruh ibadah adalah sholat.

Maka menjaga sholat menjadi hal paling utama dalam hal ini. Di samping itu tidak kalah pentingnya adalah senantiasa berada dalam majelis ilmu, terutama ilmu agama.

Pemuda yang demikian pasti akan tumbuh menjadi manusia yang senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Ia memiliki komitmen kehidupan kepada Tuhannya, yang menjalankan kehidupan secara seimbang antara tuntutan kehidupan sosial dan keluarga.

Semua itu sebagai wujud tanggung jawab akan amanah kehidupan dari Tuhannya. Maka masa muda yang demikian ada harapan untuk dapat naungan dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebaliknya, pemuda yang menghabiskan wktunya untuk aktivitas yang melanggar syariah tentu tidak termasuk dalam kriteria ini.

Ilustrasi. (Foto: Shutterstock)

3. Hati Terpaut Masjid

Golongan ketiga adalah seseorang yang hatinya tergantung pada masjid Allah Subhanahu wa ta'ala. Hal ini menjadi kelanjutan dari kriteria sebelumnya, sehingga tidak lagi dibatasi oleh usia, apakah muda atau tua.

Jika senantiasa suka datang ke masjid dengan selalu mengikuti aktivitas-aktivitas kebaikan di dalamnya, maka hal ini dapat memenuhi kriteria itu. Bagi siapa saja tanpa kecuali memakmurkan masjid Allah Subhanahu wa ta'ala merupakan aktivitas utama.

"Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka." (QS At-Taubah: 17)

"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS At-Taubah: 18)

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

4. Bersahabat karena Allah Ta'ala

Golongan keempat adalah dua orang yang bersahabat dan saling mencintai karena Allah Subhanahu wa ta'ala, sehingga jika bertemu dan berpisah juga karena Allah Ta'ala. Persahabatan yang demikian jelas berdasarkan ketakwaan kepada Allah Ta'ala.

Maka mencari sahabat yang senantiasa mengedepankan nilai kebenaran merupakan kebutuhan penting dalam sebuah pergaulan, sebagaimana perintah dalam hadis tersebut.

Sebaliknya sahabat yang tidak lagi mengindahkan nilai kebenaran harus dihindari. Sebab pasti berdampak kepada buruknya pula kehidupan yang berkaitan dengan kualitas spritualitas diri.

Membentuk komunitas pencinta ilmu atau majelis taklim dalam rangka memahami ilmu-ilmu Allah Subhanahu wa ta'ala juga merupakan bagian dari kriteria hadis tersebut. Sepanjang aktivitas di dalamnya dalam rangka di jalan Allah Ta'ala.

Sahabat sejati selalu saling mencintai karena Allah Ta'ala. Bertemu dan berpisah karena Allah Ta'ala. Tidak tergantung dalam kondisi kaya atau miskin, sahabat sejati selalu setia dalam suka dan duka. Saling bahu-membahu dan menopang untuk tetap istikamah di jalan Allah Ta'ala. Apa pun keadaan dan kondisinya.

Baca juga: Berikut Syarat untuk Bisa Melaksanakan Ibadah Haji Tahun Ini 

Hal ini juga tergambar dalam Surah Al-Ashr:

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran." (QS Al Ashr: 1–3)

Dalam konteks ayat tersebut, sahabat sejati tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya. Mereka duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.

Kesedihan yang dialami salah seorang di antaranya menjadi kesedihan sahabatnya. Demikian pula jika terdengar kebahagiaan maka akan membahagiakan bagi lainnya. Sungguh persahabatan yang indah karena Allah Subhanahu wa ta'ala. Maka pantaslah Allah Ta'ala memberikan naungan kepada mereka.

Ilustrasi. (Foto: Freepik)

5. Menahan Nafsu Syahwat

Golongan kelima adalah seorang laki-laki yang diajak berbuat maksiat oleh seorang perempuan yang cantik dan berharta, tetapi dia menolak. Bahkan dia mengatakan, "Aku takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala."

Betapa luar biasa kuatnya iman seorang laki-laki tersebut. Nilai ketakwaannya telah mendarah daging dalam jiwanya. Dia tidak mudah tergelincir oleh bujuk rayu keindahan dan kemewahan dunia.

Ia senantiasa berpegang teguh dengan nilai-nilai ketakwaan kepada Allah Ta'ala. Tidak akan mengorbankan keimanannya hanya demi tipu daya kehidupan dunia.

Sekalipun secara tekstual hadis tersebut menyebut laki-laki, tetapi berlaku pula bagi perempuan, yakni seorang perempuan yang diajak laki-laki gagah perkasa dan memiliki kekayaan melimpah tetapi tetap menolaknya karena takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala.

Ia merasa takut akan siksaan Allah Ta'ala akibat perbuatan itu. Maka perempuan yang demikian insya Allah juga akan mendapatkan naungan di sisi Allah Ta'ala kelak.

Baca juga: Tenaga Medis dan Petugas Keamanan di Arab Saudi Dapat Hadiah Berhaji 

Kecintaan lawan jenis harus lewat pernikahan yang sah, karena di baliknya ada sejuta hikmah bagi kehidupannya di kemudian hari dan juga bagi keturunannya.

Maka seorang wanita mulia tidak akan mengorbankan kehormatannya kecuali setelah dilangsungkannya akad nikah secara sah.

Berzina merupakan tindakan terkutuk yang dilaknat oleh Allah Subhanahu wa ta'ala. Sebab dengan berzina maka kehidupan umat manusia tak ubahnya seperti binatang, atau bahkan lebih biadab lagi.

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS Al Isra: 32)

6. Ikhlas Bersedekah

Golongan keenam adalah seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi, sehingga seolah-olah ketika tangan kanannya memberi, tangan kirinya tidak mengetahui.

Sedekah dalam pengertian khusus adalah mengeluarkan sebagian harta untuk mereka yang berhak menerimanya.

Keikhlasan merupakan inti dari sedekah ini, sehingga tidak ada seorang pun yang tahu sedekahnya. Hanya Allah Subhanahu wa ta'ala dan dirinya saja yang mengetahui secara persis, dan mungkin orang yang disedekahinya.

Sedekah yang demikian tidak perlu diumumkan atau dicantumkan dalam sebuah lembaran yang dapat dibaca oleh orang lain.

Sebab jika demikian dapat menjadi pemicu timbulnya sikap riya’ atau ujub pada diri sendiri. Akibat berikutnya tanpa disadarinya keikhlasannya luntur.

Baca juga: Sapi Jumbo 1,2 Ton Diperlakukan Khusus Sebelum Dikurbankan 

Sedekah dalam pengertian yang luas adalah seluruh kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, "Setiap kebaikan adalah sedekah." (HR Bukhari Fi Adabil Mufrad)

Maka semua kebaikan yang kita lakukan syarat utamanya adalah ikhlas, hanya karena Allah Subhanahu wa ta'ala, bukan yang lainnya. Hal ini sangat penting karena menjadi penentu diterima tidaknya amal seseorang. Bukan kuantitasnya semata suatu ibadah itu diterima.

Sedekah yang dirahasiakan itu merupakan bagian yang terintgrasi dengan ibadah-ibadah lainnya. Hal ini menjadi indikator bahwa amaliah lainnya juga akan dilakukan karena Allah Ta'ala semata.

Itulah sebabnya orang yang bersedekah dengan ikhlash akan mendapat naungan dari Allah Subhanahu wa ta'ala pada hari yang tiada naungan selain dari-Nya.

Ilustrasi. (Foto: Freepik)

7. Berzikir Sendirian

Golongan ketujuh adalah seseorang yang berdzikir secara menyendiri dan berlinanglah air matanya, sebagai wujud aktivitas ber-taqarrub kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dan selalu menjaga keikhlasan.

Mereka selalu berusaha tazkiyatun nafs untuk membersihkan diri dari sifat tercela dengan menyandarkan dirinya kepada Allah Subahanahu wa ta'ala. Proses di dalamnya adalah ber-mujahadah dengan berzikir kepada Allah Ta'ala sembari menyadari betapa nistanya diri ini di atas kemuliaan Allah Ta'ala.

Bukankah telah memberikan anugerah yang begitu melimpah tetapi kita enggan untuk berbakti kepada-Nya dalam arti yang sesungguhnya.

Padahal Allah Subhanahu wa ta'ala juga telah memuliakan diri kita dari pandangan orang lain. Allah Ta'ala memuliakan kita dengan cara manutup kekurangan dan kelemahan diri dari pandangan orang lain. Hanya kasih sayang Allah Ta'ala-lah sehingga semua itu tidak tersingkap bagi banyak orang.

Jadi siapa pun diri kita sesungguhnya wajib menyadari akan kekurangan diri ini yang kemudian wajib berusaha berbenah dan berbenah.

Baca juga: Dalil tentang Hari Kiamat, Manusia Harus Waspada 

Sedangkan jika kita berzikir secara berjamaah, bahkan juga kadang meneteskan air mata, belum termasuk kriteria hadis di atas. Sebab bisa jadi hal itu kita lakukan masih ada tendensi yang terselip di dalamnya, bukan semata-mata karena Allah Ta'ala.

Oleh karena itu, zikir yang demikian boleh dikatakan sebagai bentuk latihan yang mestinya ditindaklanjuti dengan berzikir dengan keadaan sendirian di waktu yang senyap dan sepi. Zikir ini akan benar-benar mengasah jiwa untuk senantiasa dalam ketakwaan kepada Allah Ta'ala.

Termasuk di dalamnya adalah zikir saat sholat lima waktu yang memiliki keterkaitan dengan praktik zikir sebagaimana maksud hadis tersebut yaitu secara sendirian di saat sepi.

Dengan berzikir secara benar insya Allah kita akan dapat berzikir secara hakiki yakni dalam aplikasinya di kehidupan kita sehari-hari, selalu menyesuaikan dan menyelaraskan dengan ketentuan Allah Subhanahu wa ta'ala dan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.

Semoga semua umat Islam dapat memasuki paling tidak sebagian di antara tujuh kriteria yang akan mendapat naungan Allah Subhanahu wa ta'ala pada hari Kiamat. Pada hari itu tidak ada yang dapat menaungi kecuali Allah Ta'ala, Dzat Yang Maha Agung, Maha Perkasa. Amin.

1
3

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini